REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Bioskop pernah hadir di kota-kota besar Arab Saudi setengah abad lalu. Orang barat yang bekerja di Perusahaan Minyak Kalifornia (kemudian berganti nama menjadi Aramco) memperkenalkan pertama kali bioskop di negara kerajaan ini.
Mereka memasang layar besar di rumah mereka pada 1930-an untuk menonton film Eropa dan Amerika. Dari komplek perumahan yang berisi pegawai asing, kemudian bioskop menyebar ke empat kota besar di Arab Saudi. Di antaranya Riyadh, Jeddah, Taif, dan Abha. Saat itu di Jeddah saja ada 30 bioskop. Harga tiketnya di rentang 3 sampai 10 Riyal Saudi.
Bioskop biasanya ditemukan di klub olah raga, kedutaan besar, dan milik pribadi yang dikelola secara individu. Bioskop-bioskop itu mayoritas didirikan pebisnis kaya. Tidak sulit untuk mendirikan bioskop karena kala itu tidak membutuhkan lisensi secara resmi.
Di lingkungan Al-Murabba terdapat jalan yang disebut warga Riyadh sebagai 'gang bioskop', dimana sejumlah bioskop terdapat di wilayah tersebut. Di Jeddah juga terkenal 'Bab Sharif' sebagai bioskop tertua di kota tersebut dan bioskop 'Abu Safeya' di daerah Hindawi.
Sedangkan untuk produksi film di Saudi, selama tahun 60 sampai 70an hanya ada sedikit film dokumenter yang diproduksi oleh perusahan minyak di Provinsi Timur. Salah satu yang paling terkenal diproduksi Aramco adalah film tentang peresmian sumur minyak pertama di Kerajaan Arab Saudi dengan kehadiran Raja Abdul Aziz di dalamnya.
Abdullah Al-Muhaisen dianggap sebagai sutradara Arab pertama setelah memproduksi film Arab pertama tentang perkembangan kota Riyadh pada 1975.
Al-Muhaisen berpartisipasi dalam festival film dokumenter di Kairo pada 1976. Setahun berikutnya, dia merilis sebuah film dokumenter tentang perang sipil Lebanon dan kerusakan dari peperangan di kota Beirut. Dia dianugerahi penghargaan Nefertiti untuk kategori film pendek terbaik.
Perjalanan Bioskop Arab Saudi terhenti di saat negara itu mengalami perubahan secara sosial dan agama. Terutama setelah terjadi pemberontakan gagal oleh Juhayman Al-Otaibi untuk membajak Masjidil Haram di Makkah pada akhir tahun 70an.
Bioskop kemudian ditutup di semua kota besar Kerajaan Arab Saudi. Saat itu, sinema juga kemudian dianggap sebagian masyarakat sebagai salah satu 'kejahatan moral'. Mayoritas masyarakat meyakini isi film di bioskop lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya.
Meski begitu bioskop tidak benar-benar hilang sebenarnya di Arab Saudi. Sebagian penggemar film layar lebar membuat sendiri bioskop kecil di rumah mereka. Sebagian lain melakukan perjalanan ke negara tetangga seperti Bahrain dan negara Uni Emirat Arab lainnya hanya untuk menonton film.
Kini 35 tahun setelah penutupan, Kementerian Budaya dan Informasi (MCI) Arab Saudi mengumumkan membuka kembali bioskop komersil di negara mereka mulai Maret 2018. Dewan Komisi Umum untuk Audio Visual Medial (GCAM) yang diketuai Awwad Alawwad dari MCI, meloloskan regulasi itu pada Senin (11/12).
Pengawas khusus sektor sinema Fahd Al-Muammar mengatakan GCAM, sebagai pihak berwenang, akan mulai mempersiapan langkah dan prosedur untuk menjalankan kembali bioskop di Arab Saudi. Ia menekankan setiap tayangan bioskop nantinya tetap diwajibkan sejalan dengan nilai sosial untuk menjamin aktivitas yang tidak bertentangan dengan prinsip etis kerajaan.