REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan pertumbuhan industri pengolahan non-migas pada tahun 2018 sebesar 5,67 persen. Capaian ini akan dipacu oleh semua subsektor terutama industri logam dasar, makanan dan minuman, alat angkutan, mesin dan perlengkapan, farmasi, kimia, serta elektronika. Selain itu didukung pula pembangunan kawasan industri di berbagai daerah di Indonesia.
“Kami optimistis bahwa industri Indonesia akan dapat tumbuh lebih tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja bersama dengan seluruh stakeholders guna menjalankan langkah-langkah strategis dalam mencapai target pertumbuhan industri tersebut,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Seminar Nasional Outlook Industri 2018 di Jakarta, Senin (11/12) lalu.
Menperin menegaskan, berbagai potensi dan peluang untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perlu juga dimanfaatkan secara optimal agar Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan. “Optimistis dunia usaha dan konsumen dapat menjadi peluang dan kesempatan dalam memacu pertumbuhan industri nasional,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian bersama pemangku kepentingan terkait bersinergi untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi di sektor industri, antara lain melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kepastian hukum, penggunaan teknologi terkini untuk mendorong peningkatan mutu, efisiensi dan produktivitas, serta pemberian fasilitas berupa insentif fiskal.
Selanjutnya, didukung dengan ketersediaan bahan baku, harga energi yang kompetitif, Sumber Daya Manusia (SDM) kompeten, serta kemudahan akses pasar dan pembiayaan. Pertumbuhan konsumsi juga menurut Airlangga, perlu dijaga dan kembali ditingkatkan agar permintaan terhadap produk-produk industri semakin meningkat.
"Selain itu, stimulus fiskal dari dana desa dan belanja pemerintah terus kita dukung, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya melalui siaran pers.
Hingga saat ini, menurut Airlangga, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah telah membuahkan hasil positif untuk perkembangan industri nasional. Misalnya, mulai dari indeks daya saing yang semakin meningkat, jumlah investasi di sektor industri yang terus bertambah sehingga berdampak terhadap peningkatan populasi industri dan penyerapan tenaga kerja, capaian hilirisasi industri yang semakin baik, hingga peningkatan jumlah industri kecil dan menengah yang telah mengaplikasikan ekonomi digital.
“Bahkan, pendidikan vokasi juga terus bertambah dan menghasilkan tenaga kerja yang tersertifikasi. Semua upaya dan capaian ini tentu tidak lepas dari peran serta dunia usaha khususnya pelaku industri, instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah serta masyarakat Indonesia secara umum,” paparnya.
Pada triwulan III tahun 2017, pertumbuhan industri pengolahan non-migas Indonesia mencapai 5,49 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,06 persen. Cabang industri yang menopang kinerja manufaktur tersebut, antara lain industri logam dasar yang tumbuh 10,6 persen, diikuti industri makanan dan minuman 9,49 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,35 persen, serta industri alat transportasi 5,63 persen.
“Industri masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional. Pada kuartal tiga tahun ini, menyumbang sebesar 17,76 persen atau tertinggi dibanding sektor lainnya,” ungkap Airlangga. Kinerja penyerapan tenaga kerja di sektor Industri pun menunjukkan peningkatan, dari 15,54 juta orang tahun 2016 menjadi 17,01 juta orang pada 2017.
Sementara itu, di mata internasional, Indonesia dipandang sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia. Menurut United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menempati posisi kesembilan dunia sebagai negara penghasil nilai tambah terbesar dari sektor industri. Selain itu, apabila dilihat dari persentase kontribusi industri, Indonesia masuk dalam peringkat empat besar dunia. Indonesia juga mengalami peningkatan pada Global Competitiveness Index, yang saat ini mengalami kenaikan di posisi ke-36 dari sebelumnya peringkat ke-41.
Tuntaskan PR
Menperin menambahkan, pihaknya terus berupaya menyelesaikan sejumlah “Pekerjaan Rumah (PR)” yang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Terutama terkait koordinasi dengan kementerian lain, seperti mengenai kebijakan pemberian insetif fiskal bagi industri.
“Misalnya untuk sektor otomotif, di mana kami sedang mendorong pengembangan kendaraan low cost emission carbon termasuk di dalamnya adalah mobil berbasis listrik dan hibrida. Program ini dijalankan agar Indonesia ikut berperan dalam pengembangan industri yang ramah lingkungan,” paparnya.
Selain itu, Kemenperin juga telah mengusulkan untuk fasilitas pengurangan pajak kepada industri yang tergolong sektor padat karya berorientasi ekspor serta yang berkomitmen membangun pendidikan vokasi dan pusat vokasi.
Menperin menyampaikan, hingga saat ini, geliat industri nasional masih menunjukkan tren yang positif. Pasalnya, kinerja dari beberapa sektor manufaktur mampu melampaui pertumbuhan ekonomi seperti industri logam dasar, makanan dan minuman, alat angkutan, mesin dan perlengkapan, serta kimia dan farmasi. “Ini menyatakan bahwa adanya market confidence dan apa yang dilakukan pemerintahan Jokowi sudah berada pada track yang benar,” ujarnya.
Lebih lanjut, apabila dilihat dari kontribusinya, industri memberikan sumbangan terbesar terhadap PDB nasonal. Kalau digabung dengan turunannya, tentu kontribusinya lebih dari 30 persen. Dari segi penyerapan tenaga kerja, ada pertumbuhan mendekati 1,5 juta orang yang terjadi pada tahun 2016-2017.
Airlangga menegaskan, di era digital saat ini, pemerintah perlu mendorong kesiapan teknologi dan efisiensi pasar tenaga kerja. Hal ini dilakukan agar daya saing industri nasional meningkat di kancah global. “Dalam upaya yang terkait primary education, kami laksanakan melalui program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri. Saat ini, telah disesuaikan lebih dari 35 program studi termasuk di dalamnya adalah program robotik,” jelanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, revolusi industri keempat atau Industry 4.0 tidak bisa lagi dihindari. Fase ini menuntut agar setiap sektor produksi di industri sudah terintegrasi secara daring. "Makanya harus kita cermati ini," ujarnya.
Menurut Darmin, agar siap menghadapi era Industry 4.0 tersebut, peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi hal yang krusial. Untuk itu, pemerintah telah melakukan dengan berbagai program strategis.
Global Supply Chain
Target pertumbuhan industri di tahun 2018 mendapatkan perhatian dari pelaku usaha. Selain faktor Sumber Daya Manusia (SDM), daya saing industri nasional untuk memasuki rantai pasok global (global supply chain) juga menjadi kunci kesuksesan. Saat ini, banyak perusahaan industri yang beroperasi lintas batas negara, terutama di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hanya industri yang berdaya saing tinggi yang mampu menjadi champion dalam memanfaatkan keterbukaan ini.
“Pemerintah harus mendorong industri dalam negeri untuk siap memasuki global supply chain. Kita harus membangun kemitraan dengan negara-negara lain karena peluangnya sangat besar dan terbuka lebar,” ungkap Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan P. Roeslani yang juga hadir pada Seminar Nasional Outlook Industri 2018.
Selain itu, proyek-proyek infrastruktur dan pembangkit energi yang sedang dikerjakan pemerintah juga dapat menjadi peluang bagi sektor industri untuk meningkatkan kinerjanya. “Industri dalam negeri punya potensi besar untuk mengisi proyek-proyek strategis nasional, melalui kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),” lanjut Rosan.
Dirinya optimistis, sinergi yang baik antara pemerintah dengan pelaku usaha sebagai stakeholder utama pembangunan industri akan mampu mendorong tumbuhnya sektor industri seperti yang ditargetkan di tahun 2018 tersebut.