Selasa 12 Dec 2017 16:35 WIB

Azyumardi: Ustaz Bisa Terapkan Islam Wasathiyah dalam Dakwah

Azyumardi Azra
Foto: dok Republika
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakang ini, ustaz dan ustazah di televisi atau aktif di media sosial, kembali membuat heboh masyarakat Islam Indonesia. Penyebabnya, materi-materi dawah yang mereka sampaikan, terkadang begitu kontroversial.

Terkait hal itu, Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra meminta, agar para ustaz bisa menerapkan Islam Wasathiyah dalam melakukan dakwah. Sehingga, tidak menimbulkan reaksi negatif dari sekelompok Islam tertentu.

"Para ustaz ini harus lebih arif dan bijak, jangan mentang-mentang bebas kemudian semaunya sendiri, harus cocok dengan lingkungan Indonesia (Islam Wasathiyah) baik internal Muslim dan non Muslim," ujarnya kepada Republika.co.id usai acara 'Violent Extremisme & Religious Education in Southeast Asia' di Hotel Oriental Mandarin, Jakarta, Selasa (12/12).

Menurutnya, para ustaz juga harus memiliki materi dan metode dalam melakukan dakwah. Sehingga, apa yang disampaikan kepada umat tidak mengandung unsur berita palsu (hoax) dan menimbulkan kemarahan pada kelompok tertentu.

"Jangan ceramah menyebarkan hoax. Lebih bijak, mempertimbangkan lingkungan sekitar, tidak menimbulkan kemarahan kelompok Islam. Kalau itu dilakukan, Insya Allah tidak ada pencegahan ustaz," ucapnya.

Selain itu, perlu ada peningkatan klarifikasi supaya dalam ceramah tidak salah, sehingga komprenhensif. Karena, pemahaman Islam sepotong, akan jadi salah atau penguasaan sumber Islam salah, menulis huruf arab salah. Metode ceramah ditingkatkan, ceramah sesuai dengan pancasila, NKRI, UUD 1945, sesuatu hal yang sudah diterima oleh para kiai kita," ujarnya.

Untuk itu, dia mendukung, rencana pemerintah dalam menerapkan kode etik tata cara berdakwah secara tepat. Langkah itu bisa meminimalisasi para ustaz dalam menyampaikan dakwah, mengingat selama ini tidak ada aturan khusus dalam berkhutbah.

"Cara paling baik menyetujui gagasan menteri agama yang akan membikin panduan kode etik bagi para pencermah, bukan semacam surat izin seperti di Malaysia," ucapnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama tengah merumuskan draft kode etik siaran dakwah di media elektronik. "Intinya begini, masyarakat banyak sekali menyampaikan keluhan kepada kami, agar pemerintah proaktif menata para mubaligh. Dai yang terkadang dalam ceramahnya itu, oleh sebagian kalangan dinilai kurang pantas. Itu dilakukan oleh seorang penceramah," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Bogor, belum lama ini.

Menurut dia, dengan adanya kode etik siaran dakwah itu, pihaknya berupaya untuk membatasi penyampaian yang tidak perlu dalam suatu cermah yang disampaikan, sehingga masyarakat tidak menjadi gaduh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement