REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazulu Juwaini menilai, tindakan intimidasi terhadap ulama atau pengajian dengan bumbu tuduhan anti-NKRI dan intoleransi sebagai sikap yang mengancam NKRI. Ulama, menurut dia, punya posisi mulia bagi umat Islam dan berperan dominan sepanjang sejarah bangsa.
"Setop persekusi terhadap ulama yang hendak melakukan tabligh, ceramah, atau kajian karena hal itu ancaman terhadap NKRI. Fraksi PKS meminta aparat keamanan menindak tegas dan memproses hukum aksi main hakim sendiri ini agar ada efek jera," tutur Jazuli, Selasa (12/12).
Anggota Komisi I ini memiliki alasan khusus mengapa intimidasi terhadap ulama harus dihentikan. Ia menilai, ulama punya posisi mulia bagi umat Islam. Ulama juga punya peran dominan sepanjang sejarah bangsa Indonesia.
Menurutnya, sebagai bangsa yang besar dan sadar akan tanggung jawab sejarah, sikap yang tepat terhadap ulama adalah menghormati dan memuliakannya. Itu karena ulama mengajarkan umat untuk taat dan konsekuen dalam beragama. Hal tersebut, kata Jazuli, juga sejalan dengan dasar dan konstitusi negara.
"Kehadiran ulama dengan dakwahnya merupakan pengamalan sila pertama Pancasila dan upaya menegakkan konstitusi negara yang tegas menyatakan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," ungkap Jazuli.
Dengan argumentasi tersebut, lanjut dia, sangat tidak mendasar menuduh ulama anti-peNKRI. Tuduhan ulama menyebarkan intoleransi atau memecah belah bangsa lalu mereka merasa berhak melakukan persekusi terhadap ulama juga ia anggap tak berdasar.
"Justru provokasi kelompok yang mengatakan ulama anti-NKRI, memecah belah, dan intoleran itu yang berbahaya bagi NKRI. Mereka berusaha mengkerdilkan posisi dan peran ulama. Bahkan menistakan ulama. Lalu, akibatnya bangsa ini tidak lagi menghormati dan memuliakan ulama," ujar dia.
Sebelumnya, beberapa hari ini ramai dibicarakan soal penolakan terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS) oleh oknum ormas saat hendak melakukan tabligh di Bali, Kamis (7/12). Seorang pengacara Ismar Syafrudin pun melaporkan kasus dugaan intimidasi yang dilakukan massa pada Ustad Abdul Somad di Denpasar Bali pada Jumat (8/12) lalu. Ia melaporkan sejumlah nama dan sejumlah organisasi kemasyarakatan terkait kasus tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri, Selasa (12/12).
Ismar mengaku pihaknya telah memaafkan tindakan yang diterima Abdul Somad oleh sejumlah oknum masyarakat. Tetapi, kata dia, secara hukum tetap berjalan terus.