Rabu 13 Dec 2017 06:58 WIB

Balada Buku IPS yang Melukai dan Menjengkelkan Umat Islam

Rep: Muhyiddin/ Red: Elba Damhuri
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Penerbit Yudhistira menarik buku pelajaran IPS yang mengakui ibu kota Israel bukan Tel Aviv, melainkan Yerusalem. Sekretaris Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) MUI, Arif Fahrudin, menilai, buku tersebut dapat melukai umat Islam dan Pemerintah Indonesia yang secara nyata menolak klaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

“Kalau perlu, peredaran buku tersebut untuk sementara waktu ditarik dahulu untuk dilakukan revisi,” ujar Arif, Selasa (12/12).

Arif menjelaskan, Penerbit Yudhistira juga harus meminta maaf dan berjanji kepada publik untuk tidak teledor lagi dalam sistem penerbitannya. Apalagi, belum lama ini Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga memutuskan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

“Ada apa dengan dunia perbukuan Indonesia? Mengapa tidak ada kepekaan sosial di dalamnya?” ucapnya.

Dengan adanya kejadian tersebut, Arif melanjutkan, semakin menunjukkan bahwa reformasi sistem perbukuan nasional mutlak harus segera dijalankan. Terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan Nasional harus segera ditindaklanjuti dengan terbitnya peraturan pemerintah (PP) dan peraturan di tingkat menteri.

Arif mengatakan, penguatan sektor hulu pada produksi konten keagamaan juga mutlak perlu penguatan oleh lintas pemangku kepentingan, khususnya oleh MUI, sehingga hal-hal kontraproduktif seperti kasus buku IPS Yudhistira tidak terus terjadi, apa pun alasannya.

“Demi terjaganya kondusivitas dan harmoni antara produsen dan umat, LPBKI-MUI meminta agar Penerbit Yudhistira menyampaikan penjelasan dengan sejujur-jujurnya kepada MUI,” katanya.

Komite Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) sendiri pada berita sebelumnya meminta Kemendikbud untuk menarik dan merevisi buku tersebut. SIKL menilai apa yang ditulis dalam buku tersebut mencederai perjuangan Indonesia dalam mendorong kemerdekaan Palestina.
 
Pada halaman 76 buku terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diketahui tercetak nama negara Israel dengan ibu kota Yerusalem. Kesalahan pencantuman tersebut bertolak belakang dengan konstitusi Pembukaan UUD RI 1945 bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan hal tersebut adalah sebuah kekhilafan yang memalukan.

"Itu sebuah kekhilafan yang memalukan. Menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk) buku tersebut masuk buku sekolah elektronik (BSE) tahun 2008. Ada ketidakcermatan Tim Penilai Buku dalam menetapkan buku tersebut sebelum diunggah ke laman BSE Kemendikbud," ujar Mendikbud Muhadjir Effendy, Selasa (12/12).

 

Muhadjir juga menyatakan bahwa keberadaan buku tersebut sejak pagi ini (12/12) sudah dihapus dari daftar BSE milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Mengenai langkah kedepannya, ia menyatakan akan menelaah buku tersebut terlebih dahulu.

Juga akan dilihat seberapa signifikan tingkat kesalahan yang ada baru dilakukan penindakan lebih lanjut. "Kalau sebatas salah tulis bisa cukup diralat. Naskah buku itu bebas diunduh oleh siapa saja karena hak ciptanya sudah milik Kemendikbud," ucap Mendikbud.

 

Di Tanjungpinang, Sekretaris Fraksi Keadilan Sejahtera-PPP DPRD Kepri, Suryani, meminta pemerintah menyelidiki buku IPS yang diterbitkan PT Yudhistira untuk kelas XI SD tersebut.

Menurut Suryani, ada keanehan dalam konten buku tersebut karena dalam waktu cepat Yudhistira dapat memuat informasi negara Israel dengan ibu kota al-Quds atau Jerusalem tak lama setelah pernyataan kontroversial Presiden AS Donald Trump. “Padahal, Presiden AS Donald Trump baru-baru ini saja mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” ujar dia.

Dari data yang diperoleh, Suryani menduga, buku IPS untuk kelas XI SD yang diterbitkan Yudhistira itu sudah terencana. Artinya, buku itu dengan sengaja memuat Yerusalem ibu kota dari Israel, sedangkan ibu kota Palestina dikosongkan.

Menurut dia, buku tersebut dapat memprovokasi umat Islam. Buku itu juga dapat memancing kemarahan umat Islam. “Buku-buku itu seharusnya ditarik dari peredaran, tidak boleh menjadi buku mata ajaran,” ujarnya.

Suryani juga mempertanyakan alasan dan motivasi penerbit Yudhistira memuat ibu kota Israel adalah Yerusalem. Apalagi, sikap Pemerintah Indonesia cukup jelas, yakni menolak kebijakan Presiden AS yang menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. “Ketika Indonesia sedang berjuang agar AS tidak menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, lantas mengapa ada buku yang terkesal menyetujui Yerusalem sebagai ibu kota Israel?” katanya.

Suryani juga mengungkap kasus lain yang dilakukan PT Yudhistira beberapa waktu lalu terkait buku yang berisikan banci dapat menjadi imam saat shalat. Ajaran itu dinilai sesat dan membahayakan anak-anak beragama Islam. (antara, Pengolah: eh ismail)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement