Rabu 13 Dec 2017 23:24 WIB

Petani di Garut Kelola Sampah Jadi Pupuk Organik

Persiapan media tanam dengan pupuk organik pada workshop Amazing Nature Hidup Sehat dengan Berkebun Organik dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) yang digelar Syamsi Dhuha Foundation (SDF) di kota Bandung (4/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Persiapan media tanam dengan pupuk organik pada workshop Amazing Nature Hidup Sehat dengan Berkebun Organik dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) yang digelar Syamsi Dhuha Foundation (SDF) di kota Bandung (4/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah petani yang tergabung dalam Koperasi Dangiang di Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat, berhasil mengelola sampah untuk dijadikan pupuk organik yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian.

"Koperasi ini bergerak untuk mengendalikan lingkungan dan menanggulangi limbah sampah agar bermanfaat," kata Sekretaris Koperasi Dangiang, Heri Mochammad Fajar kepada wartawan di Garut, Rabu.

Ia menuturkan, Koperasi Dangiang yang sudah berdiri sejak 1999 itu mulai fokus menangani masalah lingkungan termasuk menanggulangi limbah sampah hingga menjadi produk pupuk organik sejak tahun 2.000.

Sebelumnya, kata dia, para petani yang tergabung dalam koperasi membahas permasalahan pertanian, termasuk menerapkan konsep pertanian yang ramah lingkungan.

"Para petani sepakat untuk mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan, kami juga ingin mengolah limbah, lalu belajar cara membuat pupuk organik," kata Fajar.

Ia menyampaikan, petani di Koperasi Dangiang melakukan gerakan mencegah tumpukan sampah rumah tangga, termasuk sampah yang ada di Pasar Wanaraja.

Para petani, kata dia, menganggap apabila sampah terus menumpuk dan tidak diolah, maka akan menimbulkan masalah baru seperti penyebaran penyakit.

"Dari masalah itulah dibuat menjadi produk pupuk organik, lalu kami gunakan di sini, juga beberapa kecamatan lainnya, bahkan sampai ke Palembang, Pekanbaru dan Jawa Timur," katanya.

Menurut dia, penggunaan pupuk organik itu sebagai upaya menjaga kondisi lahan pertanian agar tidak rusak, karena selama ini banyak lahan pertanian rusak akibat penggunaan pupuk kimia.

Ia menjelaskan, pengelolaan sampah menjadi pupuk organik sangat mudah dengan cara mengumpulkan sampah sayuran yang menumpuk di pasar sebanyak 6 ton sampah setiap harinya.

Koperasi Dangiang, kata dia, mampu memproduksi pupuk organik sebanyak enam sampai 10 ton setiap harinya, kemudian dijual kepada para petani dengan harga Rp 800 sampai Rp 1.200 per kilogram.

"Harga pupuk organik lebih murah Rp800 per kilo untuk kualitas dua, Rp900 per kilo untuk kualitas 1 dan Rp1.200 per kilo untuk organik plus," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement