REPUBLIKA.CO.ID, Bersyukurlah wahai manusia yang dilahirkan dengan keadaan normal, mempunyai perangkat tubuh yang sempurna, tidak dilahirkan dengan keadaan cacat. Karena Ketidaksempurnaan fisik manusia biasanya akan memengaruhi seluruh keadaan mekanisme di tubuh. Satu saja bagian tubuh tak berfungsi, seluruh sistem dalam tubuh akan sulit untuk bekerja. Salah satunya jika manusia tak mempunyai lubang anus.
Pernahkah terbayang, bagaimana jika seorang gadis kecil, terlahir tanpa anus sama sekali? Seperti cerita yang berasal jauh di Timur Indonesia ini. Cerita ini berasal dari gadis kecil bernama Jenny Fallo. Bocah enam tahun ini terlahir dengan kelainan medis bernama atresia ani atau tak mempunyai anus.
Dalam keterangannya yang disampaikan kepada Republika.co.id, Rabu (13/12), orangtua Jenny hanya bisa pasrah melihat gadis kecilnya hidup serba sulit sejak terlahir ke dunia. Jenny, anak bungsu dari pasangangan suami istri Melianius Fallo dan Lenci Boyani ini, berasal dari keluarga nelayan yang hidup prasejahtera di Kupang – Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pihak keluarga sesungguhnya sangat menginginkan Jenny segera dioperasi pembuatan anus. Namun, sampai Jenny genap berumur enam tahun, fasilitas Rumah Sakit di Kupang tidak memadai. Ditambah keterbatasan ekonomi keluarga, akhirnya operasi Jenny tak kunjung dilakukan.
Meskipun keluarganya tidak mampu membawa Jenny ke rumah sakit untuk melakukan tindakan operasi besar, namun sang Ayah dan Ibu Jenny tetap memaksakan untuk bisa berobat ke dokter di Kupang. Tahap awal, Jenny sempat menjalani operasi Kolostomi (lubang untuk mengeluarkan feses) sebagai pertolongan pertama.
Operasi ini membuat Jenny harus membawa kantong kolostomi dan selang kemana-mana untuk menampung kotorannya yang bisa keluar kapanpun. “Jenny mau sekolah biar bisa jadi dokter dan main sama teman-teman, tapi malu soalnya bawa kantong (kotoran anus -red) dan selang kemana-mana, terus bau banget kantongnya,” keluh Jenny ketika berbincang dengan ibunya.
Bayangkan selama enam tahun, Jenny harus buang air besar melalui selang yang disalurkan melalui kantong Kolostomi. Padahal menurut dokter yang memeriksanya di Kupang, di usia enam tahun ini Jenny harus segera menjalani operasi pembuatan anus. Karena, jika tidak dilakukan akan menimbulkan penyumbatan dan infeksi kolostomi bahkan pelengketan usus.
Akhirnya keinginan untuk segera dilakukan operasi pembuatan anus pun terwujud, saat kerabatnya yang ada di Bogor menghubungi Tim Mobile Social Rescue (MSR) - ACT dan meminta bantuan untuk segera dilakukan operasi. Maka, tak berlangsung lama Tim MSR-ACT pun menjemput Jenny di Kupang dan terbang ke Jakarta untuk dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati.
“Alhamdulillah, melalui poses panjang pendampingan, Jenny Fallo akhirnya memulai pengobatan. Operasi pembuatan anus telah dilakukan, mulai dari pembuatan rujukan melalui puskesmas terdekat, kemudaian membuat rujukan ke Rumah Sakit Provinsi Kupang sebelum sampai di RSUP Fatmawati,” kata Arie Satria, Tim MSR yang mendampingi Jenny.
Arie Satria mengungkapkan, proses pendampingan sempat terkendala dengan tidak bisanya Jenny dan Ibunya berbicara bahasa Indonesia. “Dalam pedampingan ini kendala kami cuma satu yaitu bahasa, Jenny dan ibunya tidak bisa berbahas Indonesia ia hanya bisa bahasa berbahasa Kupang. Meskipun seperti itu alhamdulillah di Jakarta ada pamannya bernama Zeth yang bisa menjadi penterjemah komunikasi kami,” jelasnya.
Tim MSR membawa Jenni ke RSUP Fatmawati pada Ahad (3/12), kemudian rawat inap beberapa hari untuk memastikan kondisi fisik Jenny siap untuk dilakukan tindakan operasi. Sampai Selasa (5/12) akhirnya dilakukan operasi pembuatan anus. Dan sepekan kemudian, di hari Senin (11/12) Jenny pun sudah bisa pulang. Selama seminggu Jenny dirawat inap di RSUP Fatmawati.
"Alhamdulilah, operasi pembuatan anus untuk Jenny sudah dilakukan dan saat ini Jenny sudah bisa pulang. Namun proses penyembuhan Jenny belum selesai, setelah bekas operasinya membaik dan kesehatan Jenny bagus, maka akan dilakukan operasi pamungkas yaitu operasi menyambungkan usus besar ke anus barunya,” jelas Arie.
Menurutnya proses menunggu operasi yang kedua dilakukan, membutuhkan waktu yang panjang harus menunggu enam bulan lamanya.
Menurut Nurjanatunnaim selaku Koordintor Tim MSR, meskipun Jenny sudah bisa pulang, namun masih perlu terus didampingi. Jenny masih tidak diperkenankan pulang dulu ke Kupang, harus tetap dalam pengawasan dan pendampingan Tim MSR. Maka, untuk memudahkan proses tersebut, Tim MSR pun menyewa rumah di Depok untuk ditempati Jenny dan ibunya.
“Kami melakukan pendampingan secara menyeluruh, hingga sembuh total,” tekad Nurjanatunnaim, Ia mengakui Jenny merupakan salah satu pasien yang didampingi Tim MSR yang berasal dari wilayah paling jauh dari Ibukota Jakarta.