REPUBLIKA.CO.ID, Sudah hampir empat dekade, Restoran Rindu Alam berdiri. Rumah makan yang terletak di Jalan Raya Puncak, Kecamatan Cisarua, Bogor, itu menjadi saksi perkembangan industri pariwisata di kawasan Puncak sekaligus perkembangan yang terjadi di sekitarnya.
Bagi kebanyakan orang, Rindu Alam mungkin sebatas restoran yang berada di tengah geliat pariwisata Puncak. Tapi, bagi Yulius Adam Adji (40 tahun), rumah makan yang berlokasi di ketinggian sekira 1.443 meter dari permukaan laut itu merupakan bagian dari kehidupannya.
Adam adalah cucu kedua dari sang pendiri Rindu Alam, Letnan Jendral Ibrahim Adjie. Sedari kecil, ia kerap diajak bepergian ke restoran untuk menikmati santapan sekaligus menghirup udara segar. Dari usia tiga tahun, saya sudah sering bermain di sana, ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/12).
Saat itu, Adam menuturkan, sering bermain dengan para pengunjung maupun karyawan. Beberapa di antara pekerja tersebut bahkan masih banyak yang mengabdikan diri di Rindu Alam sampai saat ini. Adam sendiri kini sudah menjabat sebagai staf pimpinan di restoran sejak tuhun tahun lalu.
Kekeluargaan, disampaikan Adam, merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki dan dijunjung tinggi Rindu Alam. Banyak karyawan yang dari muda sampai sudah punya cucu masih bekerja di sini. "Mungkin karena merasa nyaman dengan lingkungan pekerjaannya," tuturnya.
Dengan rasa kekeluargaan yang tumbuh selama bertahun-tahun, Rindu Alam menjadi tidak sekadar tempat makan atau tempatnya mendapatkan pemasukan keseharian. Lebih dari itu, Rindu Alam sudah dianggapnya sebagai rumah yang penuh kehangatan.
Nama Rindu Alam sendiri juga memiliki makna mendalam. Menurut Adam, nama tersebut merupakan usulan langsung dari sang kakek. Maknanya, menggambarkan perasaan tentang kerinduan terhadap restoran dan mengingatkan siapapun akan kelestarian alam di Puncak, ujarnya
Adam menjelaskan, proses pembangunan Rindu Alam dimulai pada 1979 oleh sang kakek bersama salah seorang teman baik. Dengan berlandaskan persahabatan dan kekeluargaan itu, Rindu Alam bisa beroperasi dari 1980 sampai saat ini.
Meski tongkat pengelolaan bersifat turun temurun dari satu generasi ke generasi berikut, Adam mengatakan, Rindu Alam tetap dapat bertahan karena kekeluargaannya. Kami juga berupaya untuk tidak pernah letih belajar dengan studi banding ke tempat lain dan bertukar pikiran dengan banyak orang, tutur Adam.
Tidak jauh berbeda dari rumah makan kebanyakan, Adam menjelaskan, Rindu Alam tetap mengalami masa pasang surut. Cobaan pertama yang mereka alami terjadi pada era 1983 sampai 1984, ketika beberapa pihak meminta restoran untuk digusur.
Tapi, dengan berbagai upaya, Adam mengingat, tuntutan tersebut berhasil dibatalkan dan Rindu Alam dapat bertahan. Di antaranya, berkat hubungan erat antara sang pendiri dengan pemerintahan yang waktu itu dipimpin Presiden Soeharto.
Kini, badai lebih besar kembali datang. Tuntutan penertiban demi penataan kawasan Puncak semakin gencar. Bahkan, kini sudah memasuki tahapan pengadilan. Diperkirakan, bulan ini atau awal 2018, bangunan Rindu Alam akan dibongkar dan hanya meninggalkan nama.
Terkait hal itu, Adam hanya bisa pasrah. Ia berkomitmen untuk mengikuti peraturan dan tahapan hukum yang memang sudah seharusnya dilalui. Kalau memang sudah begitu dan memang akan lebih baik ya, kami ikuti, ucapnya.
Sampai saat ini, Adam mengatakan, Rindu Alam masih tetap beroperasi. Beberapa pelanggan pun terlihat datang untuk mengobati rasa rindu akan suasana dan santapan yang dijual. Bahkan, sepantauan Adam, restorannya semakin ramai dengan adanya pemberitaan rencana penutupan.
Kenangan mendalam juga dimiliki oleh Ajat Sudrajat, lelaki asal Ciamis yang sudah bekerja sebagai karyawan di Rindu Alam sejak tiga dekade lalu. Di restoran itu, ia bisa bertemu langsung dengan sejumlah sosok terkenal.
Beberapa tokoh di antaranya adalah Mantan Presiden RI Soeharto, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Kalau Pak SBY, dari sebelum jadi presiden, sudah sering ke sini," ucap Ajat sembari bernostalgia ketika ditemui Republika.co.id.
Meski sudah puluhan tahun bekerja di Rindu Alam, Ajat mengakui, dirinya masih belum yakin apa penyebab utama popularitas restoran tersebut. Ia berasumsi, keramahan karyawan dan sensasi makan di ketinggian dengan suasana yang sejuk menjadi alasan utamanya.
Tidak hanya itu, Ajat melihat, kesan nostalgia di Rindu Alam yang begitu kuat juga menjadi penyebab popularitas restoran. Lihat saja, dari awal saya kerja di sini sampai sekarang, bentuk bangunanya nggak berubah. Suasana kekeluargaan di dalam sini pun tetap sama, tuturnya.
Terkait rencana penertiban restoran Rindu Alam, Ajat mengatakan, dirinya akan menaati peraturan meski di sisi lain tetap ada rasa tidak rela. Sebab, rumah makan ini sudah menjadi saksi perjalanan hidupnya selama puluhan tahun.
Tidak hanya dari kalangan karyawan, Ajat menjelaskan, suara kontra dan menyayangkan juga ketap terdengar dari pelanggan. Mereka tentu akan merasa kehilangan akan tempat yang penuh nostalgia kalau jadi ditertibkan, ucapnya.
Sejauh ini, Kepala Bidang Penegakkan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor, Agus Ridho, mengatakan, proses penertiban akan dilakukan apabila surat teguran tahap ketiga dari Dinas Tata Bangunan sudah keluar.
Tapi, Agus sendiri tidak bisa memastikan kapan waktu pasti pembongkaran. Sebab, semuanya tergantung kewenangan dan perintah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat selaku pemilik lahan. "Diusahakan sebelum tahun baru atau tidak jauh setelah tahun baru," ucapnya.