REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buku pelajaran yang mengakui status Yerusalem sebagai ibu kota tengah viral di media sosial. Buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS ) untuk kelas 6 Sekolah Dasar tersebut dikeluarkan oleh Penerbit Yudhistira.
Menanggapi tersebarnya buku ajar tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang pendidikan Muhammad Sulton Fatoni mengatakan, PBNU sudah beberapa kali memberikan masukan kepada pemerintah, baik kepada Kemendikbud atau Kemenag untuk membentuk suatu badan uji materi konten buku pelajaran.
"Saran PBNU yang sudah selama ini disampaikan. Pemerintah itu harus mempunyai badan uji materi yang sifatnya seperti tashih Alquran yang milik Kemenag itu loh," ujar Sulton saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/12).
Sulton menuturkan, badan uji materi tersebut nantinya akan mengkaji materi-materi yang ditulis oleh para penulis. Sehingga, ke depannya tidak terjadi lagi kesalahan materi ajar seperti halnya materi status kota Yerusalem tersebut.
"Jadi apapun bahan ajaranya, apapun penerbitnya, siapapun yang menang poyek harus melalui proses itu. Materinya harus lulus badan tashih itu, termasuk buku penerbit itu. Mereka semua harus lulus sebuah badan penyeleksi konten itu," ucapnya.
Menurut Sulton, jika tidak ada badan uji materi tersebut, maka kesalahan buku-buku pelajaran masih sangat rawan terjadi lagi. Apalagi, mental pemerintah Indonesia masih bermental proyek, sehingga banyak yang mengutip materi dari internet.
"Mislanya dulu di Kemenag itu mereka mengutip internet yang internetnya sendiri tidak update sejak 2012. Nah, proses duplikasi yang mereka lakukan itu tidak diperiksa lagi oleh sebuah tim (tim uji materi)," kata Sulton.