Kamis 14 Dec 2017 15:00 WIB

Islam di Negeri Cina

Rep: sya/fia/hri/berbagai sumber / Red: Agung Sasongko
Umat Muslim berdoa sebelum membatalkan puasanya Ramadhan ini di Masjid Niujie, Beijing, Cina.
Foto: Reuters
Umat Muslim berdoa sebelum membatalkan puasanya Ramadhan ini di Masjid Niujie, Beijing, Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam adalah agama universal, yang bisa diterima oleh semua golongan; suku, bangsa, dan adat istiadat. Karena itu, Islam cepat diterima masyarakat karena prinsip toleran (tasammuh), moderat (tawasuth), berkeadilan, dan seimbang (tawazzun). Hal ini pun terjadi pula pada masyarakat Cina. Negeri dengan penduduknya kini lebih dari satu miliar ini, menerima Islam dengan sambutan hangat.

Sejarah mencatat, Islam masuk ke Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), yang dibawa oleh salah seorang panglima Muslim, Saad bin Abi Waqqash RA, di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Menurut Chen Yuen, dalam karyanya, A Brief Study of the Introduction of Islam to China, masuknya Islam ke Cina sekitar tahun 30 H atau sekitar 651 M. Ketika itu, Cina diperintah oleh Kaisar Yong Hui (ada pula yang menyebut nama Yung Wei). Data masuknya Islam ke Cina ini dipertegas lagi oleh Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China (Perkembangan Islam di Tiongkok). Buku ini secara lengkap mengupas sejarah perkembangan Islam di Cina sejak awal masuk hingga tahun 1980-an.

Sebelumnya, banyak hikayat yang berkembang mengenai masuknya Islam ke Negeri Tirai Bambu ini. Namun, semua hikayat itu menceritakan adanya tokoh utama di balik penyebaran agama Islam di Cina.

Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa sahabat Rasulullah SAW yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethiopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethiopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraisy jahiliyah. Mereka antara lain Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Utsman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi Waqqash dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di Kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581-618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Saad bin Abi Waqqash dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethiopia pada 616 M. Setelah sampai di Cina, Saad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa Kitab Suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M--kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Saad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Islam ke daratan Cina. Konon, Saad meninggal dunia di Cina pada 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys' Mazars. Menurut Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China, versi terakhir ini yang lebih valid.

Utusan Khalifah Utsman itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang. Kaisar Yong Hui menghargai ajaran Islam dan menganggap ajaran Islam punya kesamaan dengan ajaran Konfusionisme. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap Islam, kaisar mengizinkan berdirinya masjid pertama di Chang-an (Kanton). Masjid itu bernama Huaisheng atau Masjid Memorial. Menurut versi Ibrahim Tien Ying Ma, masjid itu diberi nama Kwang Tah Se, yang berarti menara Cemerlang, dan dibangun oleh Yusuf. Sedangkan, masjid lainnya yang dibangun di sini adalah Chee Lin Se, yang berarti masjid dengan tanduk satu. Kedua masjid itu masih tetap berdiri hingga saat ini setelah 14 abad.

Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Masa kejayaan Islam di Cina terjadi pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M). Dalam bahasa Cina, Ming berarti gilang-gemilang (Arab: Munawwarah). Dinasti Ming berdiri setelah berhasil menaklukkan Dinasti Yuan yang berkuasa sejak tahun 1279-1368 M. Pimpinan pemberontakan Dinasti Yuan dipimpin oleh Jenderal Kok Tze Hin, seorang panglima Muslim. Kok Tze Hin kemudian menyerahkan pimpinan pasukan revolusi kepada menantunya, Chu Yuan Chang (Emperor Chu). Ia berhasil merebut Kota Nanking beserta wilayah selatan Yang Tze King, dan bagian utara ibu kota Khanbalik, yakni Peking.

Pada dinasti Ming inilah, Islam berkembang sangat pesat di Cina. Umat Muslim pun mendominasi kegiatan ekspor dan impor. Kantor direktur pelayaran secara konstan dipegang oleh Muslim selama periode ini. Pada masa Dinasti Ming, umat Islam secara penuh berintegrasi (berbaur) dengan masyarakat Han. Sebagian di antara mereka mengadopsi nama Muslim. Termasuk, berbusana Muslim dan cara makan ala Islam.

Pada awal permulaan dari Dinasti Ming (1368-1644 M), Islam telah tumbuh di Cina selama 700 tahun. Sebelum masa ini, Muslim mempertahankan perbedaan--sebagai pihak asing di mana menunjukkan budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda dan tidak bisa terintegrasi secara penuh dengan masyarakan Han. Namun di bawah Dinasti Ming, Muslim terintegrasi secara penuh pada masyarakat Han. Di antaranya, perubahan nama yang mulai menggunakan nama Islam kendati dalam bahasa Cina.

Kebanyakan Muslim yang menikahi perempuan Han mengikuti nama istrinya. Lainnya, menggunakan nama marga Cina seperti Mo, Mai, dan Mu yang diadposi para pemilik nama Muhammad, Mustafa, dan Masoud. Yang tidak bisa menemukan nama yang mirip dengan nama aslinya menggunakan nama yang digabungkan seperti Ha untuk Hasan, Hu untuk Husein, dan Sai untuk Said.

Begitu juga dengan nama Islam, orang Cina menyebutnya, Yisilan Jiabao, yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement