REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruhnya permohonan uji materi terkait perluasan pasal perzinahan, perkosaan dan pencabulan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ia menilai MK tidak Pancasilais
Putusan menolak gugatan dari pemohon Euis Sunarti dkk yang berasal Perkumpulan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) diketahui meminta MK memperluas cakupan atau ruang lingkup dan merumuskan perbuatan yang sebelumnya bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana.
Menurut Sodik, perluasan aturan ruang lingkup perzinahan memang berbasis agama, namun diakomodasi dan mengacu oleh Pancasila. "Karenanya (permohonan) harusnya diakomodasi oleh MK. (Karena putusan tersebut) MK tidak pancasilais tapi sekuler," ujar Sodik kepada wartawan melalui pesan singkatnya pada Kamis (14/12) malam.
Sodik menilai perlu ada aturan untuk mengatur hubungan seksual di luar pernikahan, hal ini karena Indonesia berdasarkan Pancasila. "Perlu ada aturannya kerena salah satu missi dan semangat dasar Pancasila adalah antara mempertahankan dan membina keetuhan keluarga Indonesia," kata Sodik.
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra itu juga menyesalkan MK yang juga menolak uji materi tentang hubungan homoseksual. Dengan demikin juga MK menilai hubungan tersebut legal. Hal ini pun kata Sodik, bertentangan dengan nilai dasar Pancasila dan UUD 1945.
"Penolakan MK ini akan semakin memperkuat semangat kelompok LGBT untuk meluaskan perilaku dan misinya di Bumi Pancasila Indonesia," kata Sodik.
Adapun dalam menghasilkan putusan MK tersebut terjadi 'dissenting opinion' atau perbedaan diantara hakim dengan komposisi 5 berbanding 4.