Jumat 15 Dec 2017 08:02 WIB

Praktik Lintah Darat di Kota Bandung Masih Marak

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ani Nursalikah
 Ilustrasi Rentenir
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ilustrasi Rentenir

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- untuk memberantas renternir di Kota Bandung, Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) Kota Bandung membentuk Satgas Antirentenir yang diluncurkan di Savoy Homann, Bandung, Kamis (14/12).

Ketua Harian Satgas Antirentenir Kota Bandung, Saji Sonjaya mengatakan korban rentenir sekitar 70 persen membutuhkan dana untuk kondisi yang sifatnya kebutuhan darurat, di antaranya untuk pengobatan, sandang, pangan papannya.

"Untuk data korban dari hasil analisa awal tim satgas, rata-rata satu RW 10 kasus. Itu yang melapor," ujar Saji kepada Republika.co,id, Jumat (15/12).

Berdasarkan penelusuran Satgas Antirentenir Kota Bandung, terdapat praktik rentenir kategori perorangan dan terorganisir. Di Kota Bandung, hampir 60 persen rentenir terorganisir dengan berkedok koperasi simpan pinjam.

Rentenir, kata dia, masih melihat celah kebutuhan warga kurang mampu yang membutuhkan dana darurat. Padahal, warga sadar akan bunga yang ditetapkan renternir yang bisa mencapai empat persen per bulan.

"Padahal kan normalnya dua persen di koperasi. Leasing pun paling tinggi tiga persen per bulan. Pinjam Rp 1 juta, yang dibayar bunganya semua. Sementara utang pokoknya harus dibayar tunai," katanya.

Korban rentenir, kata dia, biasanya hanya meminjam Rp 100 ribu. Paling besar di atas Rp 5 juta. Rata-rata yang sifatnya darurat mengambil tenor enam bulan. Sejak awal, korban diminta membayar bunganya. Baru setelah bunga terlunasi, korban harus membayar utang pokoknya.

"Itu yang membuat resah dan terbentuk satgas ini," katanya.

Saji mencontohkan, warga yang meminjam Rp 1 juta dengan tenor 10 bulan, harus bayar cicilan Rp 200 ribu per bulan. Jadi, total bayar bunga Rp 2 juta. "Di akhir, baru korban bayar utang pokoknya yang Rp 1 juta tadi, yang akhirnya warga harus membayar total Rp 3 juta," katanya.

Terkait kasus yang sedang ditangani Satgas Renternir, kata dia, yang terdekat adalah kasus yang menimpa warga di Gang Lumbung, Jalan Caringin, Bandung. Warga ditagih rentenir Rp 60 juta akibat menunggak lima tahun dan harus mengosongkan rumahnya, padahal hanya berutang Rp 3 juta dengan jaminan sertifikat rumah.

Saji menjelaskan, metode jebakan itu memang banyak dipraktikkan rentenir. Mereka terkesan sengaja tidak menagih hingga total tagihan menggunung. "Kita bantu dan akhirnya hanya bayar Rp 4 juta dengan negosiasi cukup alot," katanya.

Dalam kasus lain, kata Saji, banyak lintah darat terorganisir yang memiliki tim marketing dan penagih utang (debt collector). Maka, kasus intimidasi juga banyak terjadi pada kreditur.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas KUKM Kota Bandung Priana Wirasaputra menjelaskan satgas akan menyisir permukiman masyarakat berpenghasilan rendah, pasar, dan area pedagang kaki lima. Priana mengaku, ia banyak mendapatkan laporan tentang korban renternir yang cukup banyak. 

"Demikian juga hasil kunjungan saya ke pasar, ke pedagang kaki lima, juga memang masih terlaporkan adanya kegiatan-kegiatan rentenir, katanya.

Priana menjelaskan, korban jeratan kredit dari lintah darat itu beragam. Saking menggiurkan karena kemudahan akses, banyak yang terjerat sampai harus kehilangan rumah akibat gagal bayar bunga kredit yang tinggi.

"Bahkan, sampai pusing ditagih terus, diancam-ancam, laporan kepada saya juga ada yang sampai putus asa yang akhirnya bunuh diri," ujarnya.

Anggota Satgas ini kurang lebih 25 orang. Mereka akan menyusun program dalam lingkup sosialisasi, penyadaran dan mengedukasi masyarakat. Kemudian program yang berkaitan dengan advokasi dan mediasi, juga fasilitasi membantu korban rentenir.

"Anggota ini terdiri dari pegiat antirentenir, ada unsur koperasi, Dewan Masjid Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, pengacara, sampai LBH," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement