REPUBLIKA.CO.ID, Menurunnya minat karet dunia membuat pemerintah Indonesia harus menyiapkan solusi untuk menyelamatkan nasib karet dalam negeri. Terlebih, saat ini Indonesia merupakan negara penghasil karet nomor dua terbesar di dunia, setelah Thailand.
Selama ini, 85 persen dari hasil produksi karet dalam negeri diekspor ke sejumlah negara. Kebanyakan yang diekspor masih dalam bentuk karet mentah. Hanya 15 persen dari hasil produksi yang diserap kebutuhan dalam negeri.
Kondisi saat ini, permintaan ekspor karet mentah kian menurun. Kondisi ini menyebabkan kelebihan suplai dalam negeri, sehingga harga karet turun drastis. Sejak 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) bersama Kementerian Perindustrian, serta Puslit Karet melakukan pengembangan aspal karet sebagai modifier aspal.
Hal itu dimaksudkan untuk menjawab permasalahan tersebut. Kementerian PUPR melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Bandung berupaya memanfaatkan karet alam dalam bidang infrastruktur. Salah satunya untuk digunakan sebagai bahan tambah aspal (aspal karet).
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Jalan Pusjatan Bandung Kementerian PUPR, Nyoman Suaryana mengatakan, karet merupakan polimer alam. Sehingga, berpotensi digunakan sebagai bahan tambah aspal untuk meningkatkan sifat teknisnya. Penelitian aspal karet merupakan salah satu penelitian yang dilakukan Pusjatan dalam memanfaatkan karet alam.
Jenis karet alam yang digunakan adalah karet cair pekat (lateks KKK 60/kandungan karet kering 60 persen) dan karet alam padat SIR 20. Banyak kelebihan dengan menggunakan aspal karet. Penerapan penggunaan aspal karet akan menghasilkan campuran beraspal yang lebih tahan terhadap pengaruh air, lebih tahan retak dan lebih tahan terhadap jejak roda atau deformasi.
Kedua teknologi aspal karet, baik yang menggunakan karet cair pekat atau karet alam padat, telah melalui uji coba skala lapangan. Berdasarkan hasil pemantauan dan uji coba lapangan tersebut, menurut Nyoman, karet dalam aspal akan menjadi perkerasan yang cukup kuat.
Diakui Nyoman, penerapan aspal karet berkonsekuensi pada peningkatan biaya hingga 10 persen. Namun, berdasarkan hasil uji laboratorium, ketahanan aspalnya naik berlipat ganda. ‘’Ketahanan terhadap deformasi naik empat kali lipat dan ketahanan terhadap retak naik tiga kali lipat,’’ ujar Nyoman.
Untuk menjaga konsistensi produk aspal karet disarankan proses pencampuran aspal dan karet alam cair dilakukan di bitumen plant begitu juga dengan karet alam padat. Menurut Nyoman, untuk menghasilkan campuran aspal karet yang homogen pada skala lapangan, maka dibutuhkan alat pencacah karet alam padat.
Uji coba lapangan telah dilakukan di beberapa ruas jalan. Di antaranya pada ruas Jalan Raya Parung Bogor, Sukabumi, dan ruas jalan di wilayah Karawang. Ketiga lokasi itu, saat ini masih dalam tahapan pemantauan untuk kemudian dilakukan evaluasi.
Secara teknis pengerjaannya, Nyoman mengatakan, sama saja dengan penggunaan dengan aspal minyak. Agar hasil penelitian ini dinilai lebih teruji, maka hasilnya harus diamati dalam dua musim. ‘’Kami akan melihat kualitas aspal karet di kala musim hujan dengan genangan air dan kemarau,’’ tandasnya.