Jumat 15 Dec 2017 10:36 WIB

Para Pemimpin Negara Muslim Bersatu Lawan Trump

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Gelombang protes terhadap trump
Foto: republika/mardiah
Gelombang protes terhadap trump

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Para pemimpin Muslim dari 57 negara menggabungkan diri untuk mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump sebelumnya mengumumkan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan meminta dunia untuk mengakui 'Negara Palestina dan Yerusalem Timur sebagai ibukota yang diduduki'. Trump juga akan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Dilansir dari Newsweek, Jumat (15/12), para pemimpin negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) bertemu di Istanbul pada Rabu (13/12) lalu, tepat satu pekan setelah Trump mengumumkan keputusannya. Status Yerusalem berada di tengah konflik antara Israel dengan warga Palestina. Karena Yerusalem merupakan kota suci bagi Yudaisme dan Islam. Banyak kalangan Islam di dunia percaya, bahwa Israel secara ilegal menduduki Yerusalem.

Dalam sebuah pengumuman resmi yang dikeluarkan selama pertemuan di Istanbul, Turki, itu, para peserta mengatakan, bahwa mereka menganggap pengumuman Trump atas Yerusalaem sebagai sebuah serangan terhadap hak-hak historis, hukum, hak-hak nasional dan alami dari rakyat Palestina. Mereka juga menyatakan, bahwa mereka menolak dan mengecam keputusan sepihak Trump itu.

Setengah dari Yerusalem, bagian timur, telah diimpikan sebagai ibukota masa depan dari negara Palestina. Suatu saat saat solusi dua negara dicapai antara Israel dan Palestina. Bagi banyak orang di Timur Tengah, pengumuman Trump pekan lalu itu telah mengakhiri kemungkinan kesepakatan damai, dengan memberi Israel apa yang mereka inginkan tanpa mengeluarkan konsesi apapun.

Aksi protes meletus di seluruh dunia Arab sebagai tanggapan atas pengumuman Trump. Akibatnya, ratusan orang terluka dan setidaknya empat orang tewas. Namun, pertemuan di Turki itu merupakan pertanda awal bahwa para pemimpin Muslim bersatu dalam menentang pengumuman Trump dan siap untuk merespon dengan tindakan diplomatik.

Saat ini, menantu sekaligus penasihat Trump, Jared Kushner, memimpin perundingan perdamaian di pihak AS. Dengan demikian, AS kemungkinan akan membutuhkan dari sekutu Arab seperti Arab Saudi dan Mesir, jikalau dia akan berhasil.

Dalam hal ini, Turki, yang merupakan anggota NATO dan sekutu tradisional AS, telah memainkan peran penting dalam mengorganisir front persatuan negara-negara Muslim melawan posisi kebijakan Trump. Sebagai pembalasan atas niat Trump untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, Turki mengatakan bahwa mereka akan membuka kedutaannya sendiri di Yerusalem Timur, begitu dunia mengakui sebuah negara Palestina yang independen.

Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, bahwa AS bukan lagi merupakan mediator yang dapat diterima untuk perundingan damai antara Palestina dan Israel. Hal itu karena sikap AS yang berpihak pada Israel.

Selama pertemuan Rabu di Turki itu, Abbas mencatat bahwa orang-orang Palestina telah bersedia untuk bernegosiasi dengan AS dan Israel dalam sebuah kesepakatan damai. Namun, mereka justru dihargai dengan sebuah 'tamparan' di abad ini. Sejumlah sekutu AS seperti Yordania, Qatar, Irak, dan Uni Emirat Arab telah menandatangani pengumumkan resmi (komunike) tersebut dalam pertemuan OKI itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement