REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan kecewa dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan soal kumpul kebo dan LGBT. Padahal menurut mereka materi pemohon berangkat dari realitas nyata perilaku asusila dan amoral yang semakin marak dan mengancam masa depan generasi bangsa.
Kumpul kebo dan tindakan LGBT jelas tidak sesuai dengan karakter kebangsaan Indonesia yang beradab, bermartabat dan relijius sesuai Pancasila dan UUD 1945. "Permohonan ini adalah upaya mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermatabat, dan relijius sesuai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai-nilai luhur bangsa. Sejatinya ini bagian dari tanggung jawab kita untuk menjaga moral, karakter dan identitas bangsa," kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/12).
Jazuli menambahkan, apa yang dimohonkan sejatinya sangat konstruktif bagi hukum positif yang berlaku, khususnya soal kesusilaan yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan lingkungan sosial dan problematika yang ada. Kata dia, pemohon meminta MK memutuskan agar delik perzinahan pada Pasal 284 KUHP diperluas, yaitu mencakup hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri alias kumpul kebo dapat dijerat pidana.
"Bagaimana bangsa ini membiarkan perzinahan atau kumpul kebo tidak bisa dituntut hukum. Padahal moralitas universal jelas tidak membenarkan, madhorotnya juga nyata bagi lingkungan sosial dan masa depan keluarga Indonesia. Perilaku ini juga bisa menjadi pintu masuk kejahatan seksual dan pelecehan," keluh Politikus PKS tersebut.
Politikus yang menjadi anggota Komisi I DPR RI itu mengatakan, pemohon juga meminta MK merumuskan kembali pasal 285 KUHP agar larangan bersetubuh dengan paksaan atau pemerkosaan dapat diperluas lagi. Korban di sini bukan hanya perempuan namun laki-laki juga bisa menjadi korban.
Selanjutnya, Pemohon juga meminta MK mengafirmasi hukuman bagi perbuatan pencabulan pada pasal 292 KUHP berlaku juga bagi sesama jenis, baik dilakukan sesama orang dewasa, oleh orang dewasa dengan anak-anak, maupun dilakukan oleh sesama anak kecil. Sambungnya Jazuki Pasal tersebut upaya pencegahan terhadap perilaku LGBT yang jelas tertolak menurut Pancasila dan Konstitusi Negara.
"Kita tidak ingin perilaku menyimpang dan penyakit sosial itu semakin marak dan merusak masa depan bangsa kita. Disana ruh dan semangatnya," keluh Jazuli.
Menyimak materi permohonan tersebut, Jazuli secara tegas mengatakan bahwa permohanan uji materi sangat rasional, objektif dan konstitusional. Dalil-dalil yang disampaikan menjadi problem sosial dan ancaman yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Upaya ini untuk mencegah meluasnya berbagai penyimpangan, kejahatan seksual dan penyakit sosial yang merusak masa depan genarasi bangsa. Uji materi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak, menjaga ketahanan keluarga, dan mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermartabat, dan relijius sehingga Mahkamah seharusnya menerimanya," terang Jazuli.
Sebelumnya, empat orang Hakim MK berbeda pendapat dari putusan (dissenting opinion) dan mendukung penuh permohonan tersebut. Ini menunjukkan dalil-dalil permohonan uji materi sangat rasional. Namun bagi Jazuli, putusan tersebut tidak boleh membuat kita surut dalam menjaga moralitas dan mengokohkan karakter bangsa.
"Fraksi PKS akan terus berjuang untuk menjaga moralitas bangsa dengan regulasi yang connecting dengan Konstitusi dan dasar negara kita melalui ruang-ruang yang ada, di antaranya lewat pembahasan RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas di DPR," tegas Jazuli.