Ahad 17 Dec 2017 07:45 WIB

Munafik, Muslim Dianggap Selalu Kaitkan Politik dengan Agama

Prof DR Abdul Hadi WM (kiri).
Foto: dokpri
Prof DR Abdul Hadi WM (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Filsuf dan Guru Besar Universitas Paramadina Jakarta Prof DR Abdul Hadi WM menyatakan kini memang muncul situasi yang munafik di Indonesia. Sebagain pihak terus menganggap orang Islam sudah sedemikian rupa dituduh selalu mengait-ngaitkan permasalahan sosial dan politik dengan isu keagamaan.

“Padahal mereka si penuduh itulah yang sebenarnya suka mengaitkan-ngaitkan masalah politik, sosial dan lain-lain dengan isu-isu keagamaan,’’ kata Abdul Hadi, di Jakarta, Ahad (17/12).

Menurut Abdul Hadi, kalau pihaknya menyatakan Israel didirikan atas dasar isu keagamaan, maka itu tidak berarti membenarkan berdirinya negara Israel, melainkan untuk menegaskan bahwa kelompok yang suka menuduh kaum Muslim itulah yang getol membangkitkan sentimen dan permusuhan berdasarkan isu keagamaan.

‘’Saya sangat berharap semoga situasi ini dipahami oleh semua pihak. Kawan-kawan Muslim semestinya cerdas mencari contoh. Orang lupa bahwa ilmu pengetahuan dan kebudayaan religius mengalami puncak perkembangan pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad.,’’ katanya.

Menyinggung apa yang dilakukan Trump ketika mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel, Abdul Hadi lebih lanjut menyatakan dalam beberapa dekade terakhir di Amerika Serikat pun sudah terjadi pergeseran sikap. Pemerintahan mereka pun kini dbayang-bayangi para penganut fundamentalis agama.

‘’Silahkan baca  baca buku Kevin Philip "American Theocracy" (2003). Menurut Philips, sejak lama sebetulnya pemerintahan Amerika dibayang-bayangi teokrasi kaum recontructionis atau fundamentalis Kristen. Hal ini menjadi nyata pada masa pemerintahan Bush Jr,’’ katanya menandaskan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement