Senin 18 Dec 2017 19:24 WIB

Jika Anak Kebal, Bakteri Penyebab Difteri Bisa Mati

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Winda Destiana Putri
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, dengan upaya Outbreak Response Immunization (ORI) difteri yaitu pemberian imunisasi setelah mendapat laporan kejadian luar biasa (KLB) difteri maka anak-anak dan masyarakat bisa kebal membentuk antibodi. Ini membuat bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyebabkan penyakit difteri lambat laun mati.

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kemenkes Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, meskipun ORI sudah diberikan pada anak, belum tentu itu bisa efektif 100 persen membunuh kuman. "Mungkin dibunuh belum bisa, kuman itu bisa saja selalu ada di kerongkongan kita dan kita menjadi carrier. Tetapi kalau semua orang kebal, lama-lama bakteri itu mati dan hilang sendiri karena dia hanya bisa hidup di tubuh manusia," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (18/12).

Nantinya, bakteri ini pindah ke manusia lain ternyata dia kebal, bakteri ini kembali tidak bisa berkembang biak lagi. Lama-kelamaan bakteri ini mati karena tidak ada inangnya. Jadi, kata dia, satu-satunya cara untuk menghadapi bakteri ini hanya dengan imunisasi.

"Tidak bisa dengan cara lain, seperti kebersihan saja, herbal, makanan sehat, bahkan daya tahan tubuh alami juga tidak bisa," ujarnya.

Ia menegaskan, sebagian besar yang menderita kasus-kasus difteri adalah mereka yang tidak imunisasi sama sekali,atau imunisasinya tidak lengkap. Untuk itu, Kemenkes mendorong orang tua supaya memberikan ORI pada anaknya.

Disinggung jika pelaksanaan ORI berhasil mengeliminasi difteri sampai nol, Jane ragu. Ia menjelaskan, sebetulnya Indonesia belum pernah mengalami kasus difteri sampai nol.

"Yang disebut tidak ada kasus difteri itu tidak terungkap. Tetapi setiap tahun itu selalu ada, tidak pernah nol," ujarnya.

Jika benar kasus difteri menjadi nol, kata dia, maka ini yang pertama dalam sejarah Indonesia bebas difteri. Namun, kata dia, yang menjadi perbedaan kasus difteri dahulu dengan sekarang adalah kalau orang dewasa saat ini ikut berpartisipasi dalam ORI. Padahal, dulu tidak ada manusia dewasa yang imunisasi lanjutan Tetanus difteri (Td).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement