REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Turki terus berupaya untuk meloloskan resolusi yang diajukan guna menentang keputusan sepihak Amerika Serikat (AS) ke Majelis Umum PBB. Hal itu dilakukan menyusul akan dijatuhkannya veto penolakan resolusi oleh AS. Dibawanya isu Yerusalem ke Majelis Umum PBB dibutuhkan jika Dewan Keamanan gagal untuk menjalankan tanggung jawab menjaga stabilitas dan keamanan internasional. Hal tersebut sebagai mana tertulis dalam resolusi 377A tahun 1950.
Resolusi itu dapat dilakukan jika dua pertiga suara anggota majelis umum sepakat untuk mengaktifkannya. "Kita sudah memiliki angka tersebut hanya saja, Turki dan anggota OKI terus bekerja keras untuk meningkatkan persetujuan negara anggota," kata seorang sumber kementrian luar negeri Turki seperti diwartakan Aljazira, Senin (18/12)
Isu terkait status Yerusalem akan terus didorong oleh Turki dan Palestina. Negara-negara lain diharapkan untuk melakukan hal serupa ke Majelis Umum PBB, di mana semua 193 anggota organisasi internasional diwakili.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB dijadwalkan untuk memberikan suara pada hari ini, mengenai sebuah rancangan resolusi yang menyerukan penarikan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Untuk lolos resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia atau Cina.
Rancangan resolusi dewan PBB menuntut agar semua negara mematuhi resolusi Dewan Keamanan mengenai Kota Suci Yerusalem, dan tidak mengakui tindakan yang bertentangan dengan resolusi tersebut. Sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada Desember tahun lalu menggarisbawahi bahwa tidak akan mengakui adanya perubahan pada dialog 4 Juni 1967, termasuk mengenai Yerusalem, selain yang disetujui oleh para pihak melalui perundingan.