Selasa 19 Dec 2017 13:55 WIB

Pekerja Pabrik Garmen Ketakutan Saat Hamil, Ini Alasannya

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nur Aini
Konferensi pers launching hasil penelitian Perempuan Mahardhika tentang Tempat Kerja (Pabrik) Belum Menjadi Ruang Aman Bagi Buruh Hamil di Gedung LBH, Jakarta (19/12). Riset dilakukan di dalam KBN Cakung, Jakarta Utara.
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Konferensi pers launching hasil penelitian Perempuan Mahardhika tentang Tempat Kerja (Pabrik) Belum Menjadi Ruang Aman Bagi Buruh Hamil di Gedung LBH, Jakarta (19/12). Riset dilakukan di dalam KBN Cakung, Jakarta Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Perempuan Mahardhika menemukan separuh dari pekerja garmen perempuan ketakutan untuk hamil. Hal itu berdasarkan riset tentang kekerasan berbasis gender yang dilakukan di KBN Cakung, Jakarta Utara dari bulan Agustus 2017 selama empat bulan.

Koordinator Program Penelitian Perempuan Mahardhika Vivi Widyawati menyatakan sebanyak 80 persen tenaga kerja industri garmen adalah perempuan. Dari total 773 responden, sebanyak 118 buruh perempuan pernah dan sedang hamil dalam kurun waktu 2015 hingga 2017.

"Penelitian ini melibatkan 118 buruh garmen perempuan dengan spesifikasi 25 orang sedang hamil, 13 diantaranya berstatus kerja kontrak, dan 93 orang sisanya pernah hamil di tahun 2015 hingga 2017 di KBN Cakung," ujar Vivi di Gedung LBH, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta, Selasa (19/12).

Dari 118 responden tersebut sebanyak 50 persen atau 59 koresponden menyatakan kecemasannya atau rasa takutnya ketika mereka sadar sedang dalam kondisi hamil. Jumlah koresponden yang sama mereka menyatakan takut akan keguguran. Ada tiga hal yang menjadi penyebab tempat kerja atau pabrik belum bisa dikatakan aman bagi buruh wanita yang sedang hamil, di antaranya takut penghasilan berkurang, takut kehilangan pekerjaan, dan takut akan keguguran.