Selasa 19 Dec 2017 17:25 WIB

Masyarakat Diminta Taati Pelaksanaan Imunisasi

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Winda Destiana Putri
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek mengungkapkan, saat ini sudah ada 20 kabupaten/kota yang melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI). Ke depan, akan bertambah 70 kabupaten/kota dari berbagai provinsi yang akan melakukan ORI. Masyarakat diminta untuk menaati dan melengkapi imunisasi.

"Semua. Saat ini sudah 20 kabupaten/kota. Kemudian nanti 70 kabupaten/kota dari berbagai provinsi. Namun, provinsi lain sebenarnya Dinas Kesehatannya ada, mereka sudah melakukan (ORI). Itu kita harapkan sudah bisa sekaligus," ungkap Nila usai rapat di Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).

Nila kemudian mengingatkan, imunisasi harus dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah melakukan imunisasi pertama, pasien yang diimunisasi harus kembali melakukan imunisasi satu dan enam bulan setelahnya.

"Tolong disosialisasi. Satu bulan kemudian dan enam bulan kemudian," lanjut dia.

Ia pun menyebutkan, pihaknya juga mengkaji terkait apakah tindakan antivaksin menyebabkan menyebarnya virus difteri. Menurut dia ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang terkena virus difteri. Bila seseorang tidak mau diimunisasi, kata Nila, maka daya tahan tubuh orang itu tidak ada.

"Kemudian kita yang diimunisasi karena daya tahannya turun jadi (bisa) kena juga. Jadi penyebarannya seperti begitu ya," tutur Nila.

Di samping itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Mohamad Subuh menyebutkan, virus difteri bisa menjadi kejadian luar biasa (KLB) bukan hanya karena tindakan antivaksin saja. Menurutnya, yang imunisasinya tidak lengkap atau bahkan tidak diimunisasi tidak serta merta karena antivaksin.

"Yang tidak diimunisasi sama sekali belum tentu dia antivaksin juga. Kan bisa karena akses, ketidaktahuan, takut, dan lain-lain," ujar Subuh.

Ia menuturkan, intinya, pada saat terjadinya KLB virus difteri ini, orang yang tidak diimunisasi adalah orang yang sangat berisiko terhadap virus tersebut. Ia juga mengingatkan untuk jangan bermain-main dengan imunisasi pada saat ini.

"Tolong taati jadwalnya, lengkapi semua imunisasi yang ada. Program pemerintah telah memberikan ini sejak 40 tahun lalu secara cuma-cuma di semua pusat pelayanan kesehatan. Jadi manfaatkanlah apa yang telah diprogramkan pemerintah pada saat ini," terang dia.

Subuh tak ingin masyarakat mengeluarkan biaya yang besar karena terkena virus difteri. Ia menjelaskan, saat seseorang terkena virus difteri, biaya perawatannya bisa mencapai Rp 20-30 juta perorang.

"Alhamdulillah kalau sembuh. Kalau tidak, tidak terbayar (dengan uang)," ungkap dia.

Subuh pun meminta masyarakat untuk jangan khawatir. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat agar tak terkena virus difteri. Masyarakat dapat menjaga diri sendiri dengan cara menggunakan masker bila sedang sakit, menjaga kebersihan pribadi, sering mencuci tangan, dan lainnya.

"Dan juga membatasi kunjungan-kunjungan ke rumah sakit kalau tidak perlu sekali. Itu yang bisa kita lakukan sebagai upaya pencegahan," jelas dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement