Rabu 20 Dec 2017 13:16 WIB

Berbakti kepada Bunda tak Mengenal Waktu

Ibu dan anaknya memiliki relasi yang seharusnya penuh kasih sayang dengan mengedepankan kepentingan anak.
Foto: pixabay
Ibu dan anaknya memiliki relasi yang seharusnya penuh kasih sayang dengan mengedepankan kepentingan anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan RA, harga sebuah pokok kurma sedang mahal-mahalnya. Pokok kurma, menjadi komoditas yang paling dicari. Sebab harga pokok pohon kurma saat itu bisa mencapai seribu dirham. Sebuah harga yang amat tinggi dengan keuntungan yang amat besar.

Bagian pangkal kurma ini berwarna putih, berlemak dan bisa dimakan dengan madu. Orang-orang akan memperebutkannya untuk dijual demi keuntungan yang besar. Tetapi ada satu anak muda yang melihat ada keutungan lain yang jauh lebih besar.

Adalah Usamah bin Zaid, kemudian bergegas menuju pohon kurmanya. Lantas ia menebang pohon kurma itu dan mencabut bagian akarnya. Jika orang lain akan segera menuju ke pasar, lain halnya dengan Usamah. Ia membawa pangkal kurma yang mahal itu ke rumah ibunya dan memberikannya kepada sang bunda.

Melihat perlakuan Usamah, para sahabatnya merasa keheranan. “Usamah apa yang engkau lakukan? padahal engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham.” Usamah dengan amat ringan menjawab, “Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”

Itulah akhlak Usamah terhadap ibunya. Apa saja permintaan sang bunda, tidak ada kamus penolakan untuk memenuhi keinginan wanita yang telah melahirkannya itu. Usamah adalah panglima perang muda yang berumur 17 tahun saat ditunjuk Nabi Muhammad SAW mengemban amanah berat itu. Ibunya adalah Ummu Aiman. Salah satu sahabiyah yang cukup disegani.

Adakah hari ini Usamah-Usamah lain? yang bergegas segera ketika sang bunda meminta sesuatu atau meminta tolong sang anak melakukan sesuatu?

Mungkin kita harus berkaca kepada Usamah. Betapa baktinya kepada ibunya mengalahkan keuntungan seribu dirham di depan mata. Kita tentu paham jika saat kita kecil dulu termasuk saat kita belum mengingatnya, seorang ibu akan rela mendahulukan sang anak dan mengabaikan kebutuhannya. Seorang ibu mungkin lupa cara berdandan karena setiap hari harus menggendong sang anak, mengganti popok, membersihkan bekas air kencing, menyusui dan menemani sang anak bermain seharian.

Dunia digital semakin menambah godaan panjang dalam berbakti kepada ibu. Gawai (gadget) kini telah merenggut banyak waktu kita dibanding waktu untuk sekadar mengajak sang ibu berbicara, mendengar apa yang ibu lakukan seharian ini, sembari berbaring manja di pangkuan ibu untuk mengeluhkan pekerjaan-pekerjaan kita.

Ada keutamaan besar tentu saja dalam agama ini dalam berbakti kepada ibu dan ayah kita. Abdullah bin Mas’ud RA berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Amalan apa yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’ Aku melanjutkan, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hierarki, berbakti kepada ibu dan ayat senilai besarnya dengan shalat tepat waktu dan jihad di jalan Allah SWT. Dala hadis lain, Rasulullah SAW menegaskan betapa besar bakti kepada ibu dan bapak senilai dengan jihad.

Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu meminta kepada beliau untuk berjihad. Maka beliau bersabda, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” ia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Maka bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Lalu dengan begitu besarnya keutamaan berbakti kepada ibu dan ayah, masihkah kita menyia-nyiakan kesempatan besar untuk berbakti ini?

Kesempatan besar berbakti ini juga menjadi perhatian dari lembaga Sahabat Yatim Indonesia (Sayati). Sayati membuka kesempatan kepada para donatur untuk mempersembahkan bakti kepada Ibunda dengan mengikutsertakan Ibunda para donatur di Program Wakaf Pesantren Tahfidz Yatim. Dengan kampanye “Saatnya Beri Kado Terindah Berupa Rangkaian Pahala Tanpa Putus untuk Bunda Tercinta”. Wakaf atas nama ibunda kanung para donatur dengan nilai satu lembar sertifikat Wakaf Rp 1.000.000.

Donatur dapat berpartisipasi dalam kampanye ini melalui Rekening Wakaf Bank BRI 2136 0100 0174 305 atau CIMB Niaga Syariah 7042 858 999 atas nama Yayasan Sahabat Yatim Indonesia dan konfirmasi call center Sayati di 021-53126107. Sayati berharap, partisipasi para donatur terhadap pembangunan pesantren tahfiz yatim ini menjadi pelecut semagat generasi muda yang cinta Alquran, juga penuh semangat membangun negeri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement