Rabu 20 Dec 2017 15:39 WIB

Ini yang Dipermasalahkan Kuasa Hukum Setnov di Dakwaan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  membaca nota keberatan di  persidangan pengadilan  tindak pindana korupsi, Jakarta, Rabu (20/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto membaca nota keberatan di persidangan pengadilan tindak pindana korupsi, Jakarta, Rabu (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Setya Novanto kembali menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Tipokor Jakarta, Rabu (20/12). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari kuasa hukum Novanto.

Dalam eksepsinya, kuasa hukum Novanto mempermasalahkan waktu dan tempat kejadian perkara yang dituliskan Jaksa Penuntut Umum KPK dalam dakwaan. Menurut kuasa hukum, Novanto, Firman Widjaya, seharusnya, splitsing yang didakwa bersama-sama.

"Baik tempus, locus pasal, serta uraian materil harus sama persis di antara para pelaku yang didakwa," ujar Firman dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).

Firman melanjutkan, karena hal tersebut erat dengan hubungannya dengan kewenangan pengadilan mengadili perkara.Firman pun membandingkan waktu dan tempat kejadian dalam setiap surat dakwaan terdakwa KTP-el yakni mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pngusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Setya Novanto.

Menurutnya, terdapat beberapa perbedaan, seperti dalam dakwaan Novanto perbuatan dilakukan pada bulan November 2009 sampai 2013, sementara dalam dakwaan Irman dan Sugiharto serta dakwaan Andi, tindak pidana dilakukan pada bulan November 2009 hingga 2015.

Untuk perbedaan tempat dilakukannya tindak pidana, sambung Firman, yakni dalam dakwaan Novanto tindak pidana dilakukan diGedung DPR, Hotel Gran Melia, rumah di Jalan Wijaya, Equity Tower, Kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata, Graha Mas Fatmawati, dan Hotel Sultan.

Sementara, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, tempat dilakukannya tindak pidana hanya di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati dan Hotel Sultan. Dan dalam dakwaan Andi Narogong, tindak pidana disebut dilakukan di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati, Hotel Sultan, Hotel Gran Melia dan Gedung DPR.

"Sehingga baik tempus maupun locus serta uraian perbuatan materil sangat jauh berbeda. Seolah ini bukan perkara splitsing," kata Firman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement