REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan registrasi kartu prabayar dinilai ikut menyehatkan industri telekomunikasi karena penyedia jasa layanan tidak perlu mengeluarkan dana banyak untuk mencetak kartu Subscriber Identity Module (SIM) baru.
"Kami ingin menyehatkan industri. Setiap tahun, industri seluler membeli kartu SIM lebih 500 juta. Itu yang dipakai pelanggan tidak lebih 100 juta," ujar Rudiantara di Jakarta, Rabu (20/12).
Ia mengatakan pengguna kartu SIM memiliki perilaku membeli baru, memakai, lalu membuang kartu untuk mencari harga layanan data termurah. Operator pun melayani kebiasan pengguna tersebut sehingga mengakibatkan ketidakefisienan dalam manajemen kartu SIM.
Rudiantara memperkirakan, jika setelah registrasi kartu prabayar pembelian kartu SIM turun menjadi 300 atau 400 juta, sementara kartu SIM seharga setengah hingga satu dolar AS, maka industi seluler dapat menghemat hingga 150 juta dolar AS atau Rp 2 triliun. "Ini yang kami ingin dikembalikan nanti untuk operator membangun dan pelanggan. Ini yang membuat kami memaksa (kebijakan ini) harus terus, selain masalah keamanan. Kami ingin industri lebih sehat," tutur dia.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia (Tri) Muhammad Buldansyah mengakui dalam kurun waktu delapan minggu pihaknya sudah merasakan penurunan pengaktifan kartu SIM baru. "Ketika mulai diterapkan registrasi prabayar, pengaktifan kartu baru berkurang dan pembelian pulsa bertambah," tutur dia.
Ia optimistis dalam sisa waktu hingga batas akhir pendaftaran pada 28 Februari 2018, pengguna yang melakukan registrasi akan bertambah banyak, apalagi pada akhir Februari. Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat lebih dari 110 juta pengguna telepon seluler berhasil melakukan registrasi kartu prabayar hingga hari ini.