REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tim adovakasi Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama mengkritik usulan pemberian remisi natal kepada terpidana kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Terutama, soal penempatan Ahok di rumah tahanan (Rutan) Brimob, bukan di lembaga lemasyarakatan (Lapas).
“Kalau status terpidana itu harus ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (lapas). Karena itu dia harus bermasyarakat namanya juga dimasyarakatkan. Jadi bisa dinilai dia berbuat baik atau tidak selama di pemasyarakatan itu sebagai salah satu syarat remisi. Nah, bagaimana kalau dia diisolasi di rutan Brimob. Rutan itu kan untuk penempatan sementara bagi yang statusnya belum terpidana. Dari mana melihat perbuatan baiknya jika dia tidak di pemasyarakatan,” kata Juru Bicara Tim Advokasi GNPF Ulama, Kapitra Ampera saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (20/12).
Menurutnya, jika alasan khawatir masalah keamanan jika di tempatkan di salah satu lapas yang ada di Jakarta, Ahok kan sejak dia dieksekusi pascaputusan tetap hakim bisa ditempatkan di lapas yang aman. Misalnya, di Bali, Manado, atau Papua. “Tapi ini kan tidak. Artinya dia secara aturan belum menjalani putusan hakim selaku terpidana untuk ditempatkan di lembaga pemasyarakatan,” kata Kapitra.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengusulkan pemberian remisi pada Hari Raya Natal selama 15 hari kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "15 hari, itu masih usulan," kata Menkumham Yasonna Laoly di kantornya, Rabu (20/12).
Pemberian 15 hari sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan di mana Ahok telah menjalani masa pidana penjara selama enam bulan. "Itu masih usulan tetapi hitungannya begitu sesuai aturannya. Kalau inginnya orang-orang kan ada yang minta lebih dari segitu tetapi kan aturan harus sesuai dengan perundang-undangan," ucap Yasonna.