REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia tidak perlu takut dengan ancaman Amerika Serikat (AS) yang akan mencabut bantuan luar negerinya, bagi negara yang mempersoalkan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Anggota Dewan Kehormatan (Wanhor) PAN, Dradjad Wibowo mengatakan Kamis ini waktu New York, Majelis Umum (MU) PBB akan mengadakan sidang khusus menyikapi perkembangan terakhir terkait Yerusalem. Rancangan resolusinya sama dengan draft yang dibuat Mesir dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB.
"Di situ nama Amerika Serikat tidak disebut secara langsung. Namun semua negara tahu, rancangan resolusi tersebut menentang keputusan sepihak Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Sikap dunia internasional adalah urusan Yerusalem harus disepakati kedua negara, yaitu Israel dan Palestina,” kata Dradjad kepada Republika.co.id, Kamis (21/12).
AS sudah merasa terhina dengan sikap negara-negara anggota DK PBB, terutama para sekutu Baratnya, China dan Rusia. Mereka mendukung telak rancangan tersebut 14-1, meski kemudian diveto oleh AS. "Jelas AS-nya Trump terisolasi,” ungkap Dradjad.
Menjelang sidang MU PBB, Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, mengancam akan mencatat nama negara yang mendukung rancangan resolusi tersebut. Presiden Trump bahkan menyebut, AS akan menghemat ratusan juta dolar bantuan luar negeri. Maksudnya, AS akan mencabut bantuan luar negeri kepada negara yang mempermalu AS di forum MU PBB.
Resolusi MU PBB tidak mempunyai kekuatan mengikat dan tidak diikuti oleh aksi tertentu, khususnya aksi militer. Ini berbeda dengan keputusan DK PBB.
Namun, jika rancangan tentang Yerusalem ini menjadi resolosi MU, itu menjadi satu keputusan yang super penting. Karena, dunia menegaskan betapa terisolasinya AS soal Yerusalem. AS bukan hanya terhina, tapi sudah dinobatkan sebagai "negara pariah" soal Yerusalem. "Belum pernah AS berada pada posisi sehina ini dalam diplomasi internasional,” kata Dradjad.
Karena itu, sangat penting bagi Indonesia teguh dan konsisten mendukung Palestina melalui dukungan terhadap resolusi tersebut. "Abaikan saja ancaman AS-nya Trump. "
Apalagi, Indonesia dan negara-negara OKI tidak sedang menghina AS. Yang dilawan adalah AS-nya Trump. "Mengapa saya sebut demikian? Pertama, mayoritas pemilih AS tidak memilih Trump dalam pilpres 2016. Jumlah suara Trump kalah hampir 3 juta dari Clinton. Trump hanya mendapat suara 62,98 juta, sementara Clinton 65,85 juta,” kata Dradjad
Kedua, lanjutnya, setelah 1 tahun menjabat, rating persetujuan (approval rating) Trump hanya 35 persen. Belum pernah ada Presiden AS dengan rating di bawah 40 persen. Yang terendah sebelumnya adalah Ronald Reagan, 49 persen setelah setahun menjabat. Presiden Nixon, Obama, Bill Clinton, dan Carter berada pada 55-60 persen. George W. Bush, John F Kennedy, George H.W. Bush dan Dwight Eisenhower bahkan pada posisi 86 persen, 77 persen , 71% dan 69 persen
"Jadi, AS bukan Trump, dan Trump bukan cerminan AS. Abaikan dan lawan saja Trump."