REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Negara-negara Teluk hanya mengirimkan menteri pada saat Siang Khusus OKI di Istambul. Ada kekhawatiran mereka melakukan ‘pengkhianatan’ saat pengambilan keputusan atas resolusi pengakuan AS terhadap Yerusalem ibu kota Israel.
“Saya berharap 57 negara OKI tentu diharapkan konsisten mendukung rancangan resolusi ini. Saya pribadi agak khawatir dengan negara Teluk, karena mereka hanya mengirim Menteri ke Sidang Khusus OKI di Istanbul. Semoga mereka tidak abstain, apalagi menolak resolusi,” kata politikus PAN, kepada Republika.co.id, Kamis (21/12).
Kekhawatiran Dradjad ini karena menjelang sidang MU PBB, Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, mengancam akan mencatat nama negara yang mendukung rancangan resolusi tersebut. Presiden Trump bahkan menyebut, AS akan menghemat ratusan juta dolar bantuan luar negeri. Maksudnya, AS akan mencabut bantuan luar negeri kepada negara yang mempermalukan AS di forum MU PBB.
Resolusi MU PBB tidak mempunyai kekuatan mengikat dan tidak diikuti oleh aksi tertentu, khususnya aksi militer. Ini berbeda dengan keputusan DK PBB.
Namun, jika rancangan tentang Yerusalem ini menjadi resolusi MU, itu menjadi satu keputusan yang super penting. Karena, dunia menegaskan betapa terisolasinya AS soal Yerusalem. AS bukan hanya terhina, tapi sudah dinobatkan sebagai "negara pariah" soal Yerusalem.
Dradjad menjelaskan sekutu AS selama ini menolak keputusan Trump. Inggris dan Perancis sebagai anggota DK PBB juga tegas menolak. Belajar dari kekalahan AS dan Jepang dalam pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), di mana sekitu AS seperti Inggris dan Australia meninggalkan AS, ada harapan mereka bersikap konsisten. "Jika mereka abstain, ini bisa menjadi awal kekalahan,” ungkap anggota Dewan Kehormatan PAN tersebut.
Mayoritas negara Amerika Latin dan Tengah kemungkinan besar pro-resolusi. "Selama ini mereka sering berseberangan dengan AS,” kata mantan salah satu petinggi BIN ini .
Sementara untuk negara Eropa Timur, Dradjad agak meragukan dukungan mereka terhadap resolusi. Mereka sangat membutuhkan militer AS untuk meng-counter Rusia.
Negara yang paling rentan adalah negara miskin di Afrika. Menurut Dradjad banyak yang tergantung pada bantuan keuangan AS.
"Saya yakin, sekarang terjadi perebutan suara yang sengit antara AS dan Cina. Cina marah karena Trump secara eksplisit menyebutnya sebagai rival dan ancaman keamanan. China juga banyak memberi bantuan keuangan dan senjata ke Afrika,” papar dia
ASEAN juga pantas dikhawatirkan. Sengketa Laut China Selatan bisa membuat sebagian negara ASEAN cari muka ke AS. Indonesia sudah gagal mengambil inisiatif di OKI, bahkan relatif kurang dianggap.
"Saya berharap, Indonesia berani mengambil inisiatif menggalang dukungan negara ASEAN (kecuali Myanmar) bagi resolusi ini,” kata dia.