REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Abdul Muta'ali menilai Amerika Serikat (AS) mulai membuat manuver kekanak-kanakkan setelah dikucilkan banyak negara dengan memveto draft resolusi untuk Israel terkait Yerusalem terbaru.
Ancaman kekanak-kanakkan ini adalah akan menyetop semua bantuan AS ke negara-negara yang menyetujui resolusi itu. Ancaman ini disampaikan Presiden AS Donald Trump menjelang sidang Majelis Umum PBB terkait resolusi mengecam tindakan sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang akan digelar Kamis (21/12) ini.
Sebelumnya, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley juga mengatakan AS akan mencatat negara-negara yang menyetujui resolusi tersebut. "Dubes AS untuk PBB Nikki Haley mulai melakukan manuver ke kanak-kanakan," kata Muta'ali kepada Republika.co.id, Kamis (21/12). Nikki Haley juga melontarkan berbagai ancaman aneh, diantaranya akan hadirnya Trump pada voting Sidang Umum PBB tersebut.
Menurtu Muta'ali, sangat disayangkan, negeri sebesar Amerika Serikat bergaya preman 'tukang gertak'. Dan ia yakin jika AS benar benar memaksa ancamannya itu, maka negara Paman Sam ini akan kian terkucil dari pergaulan dunia. "Inikah demokrasi yang fasih dikemas dan hendak didistribusikan kepada dunia, demokrasi preman?" kata Muta'ali.
Jika demikian, menurutnya, tak salah jika Iran dan Korea Utara mengembangkan program nuklirnya dalam rangka melumpuhkan demokrasi ala preman. Kepada pemerintah Indonesia, ia berharap pemerintah dibawah Presiden Joko Widodo tak perlu takut. Walaupun diakui bagi Indonesia ini seperti istilah 'Mundur kena Maju kena'.
Tapi Muta'ali menegaskan sebetulnya bantuan AS selama ini bisa diganti dengan optimalisasi sektor philantropi. "Ini keputusan sulit, tapi ini jg saatnya. Kita berharap, semoga negara tetap pada sikapnya bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," tegasnya.
Ia yakin inilah saatnya setiap negara termasuk Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. Mampu menunaikan amanah konstitusinya tanpa dikte dan kendali operator selain dirinya. "Sidang Majelis Umum PBB nanti akan menjadi pembuktiannya. Akankah ada persatuan untuk melumpuhkan 'preman' Ini guna dunia lebih penuh damai Dan cinta atau satu demi satu lari karena takut dan sanksi." n