Kamis 21 Dec 2017 18:40 WIB

Netty: Sekolah Harus Bisa Jadi Rumah Kedua untuk Anak

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Bunda Literasi Jawa Barat sekaligus Ketua P2TP2A Provinsi Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan (kiri) mendampingi para siswa dan kepala sokolah saat menyampaikan komitmen bersama tentang sekolah ramah anak di sela-sela Launching Sekolah Ramah Anak, di Gedung Graha Bhayangkara, Kota Bandung, Kamis (21/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Bunda Literasi Jawa Barat sekaligus Ketua P2TP2A Provinsi Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan (kiri) mendampingi para siswa dan kepala sokolah saat menyampaikan komitmen bersama tentang sekolah ramah anak di sela-sela Launching Sekolah Ramah Anak, di Gedung Graha Bhayangkara, Kota Bandung, Kamis (21/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan menilai, pola pengasuhan anak saat ini sudah mulai banyak berubah. Karena,sudah banyak perempuan di Jabar yang mengambil peran sebagai pencari nafkah. Jadi, mereka menitipkan pola pengasuhan pada orang tuanya atau banyak anak-anak yang di asuh oleh neneknya.

"Data menunjukkan, cukup banyak perempuan di Jabar yang menjadi TKW di Hongkong, di Timur Tengah dan negara lainnya. Jadi, anak-anak mereka diasuh oleh siapa? Neneknya," ujar Netty saat menjadi pembicara di acaraLaunching Sekolah Ramah Anak (Sekolah tanpa kekerasan SMA terbuka, dan SMK PJJ) Tahun 2017, di Gedung Bhayangkara, Kota Bandung, Kamis (21/12).

Menurut Netty, dalam pengasuhan nenek atau saudaranya, anak TKW kerap mengalami berbagai masalah karena mungkin kurang mendapatkan sentuhan kasih sayang dan perhatian yang seharusnya di dapat seorang anak dari ibu kandungnya. Oleh karena itu, ia berharap sekolah bisa mengisi kekosongan tersebut.

"Sekolah harusnya menjadi rumah kedua. Sekolah harus mampu menutup celah-celah itu," katanya.

Apalagi, kata Netty, saat ini kasus kekerasan yang dialami seorang anak cukup tinggi. Dari mulai berdiri, sampai saat ini, P2TP2A telah menangani1.650 kasus. Yakni, dari mulai kekerasan verbal hingga kekerasan fisik.

"Melihat kondisi ini, harus ada mitigasi bencana terhadap lingkungan kita. Hari ini, tak semua lingkungan aman untuk anak-anak," katanya.

Netty berharap, dengan adanya sekolah ramah anak akan ada perubahan mind set atau paradigma tentang sekolah. Selain itu, sekolah aman punharus melibatkan para siswa agar terbentuk sebuah budaya sekolah aman.

"Bahkan, dalam aturan disebutkan sekolah bisa membentuk Satgas jadi kalau ada yang mengalami atau melihat kekerasan bisa langsung melaporkan," katanya.

Ke depan, kata dia, semua sekolah harus memasang spanduk sekolah ramah anak dan tanpa kekerasan. Bahkan, dalam spanduk harus disebutkan jika ada yang mengalami kekerasan hubungi nomor telepon yang ada dalam spanduk yakni nomor kepala sekolah, nomor kepolisian, dan lembaga layanan P2TP2A.

"Ramah anak bukan hanya perubahan paradigma tapi bagaimana cara mereka merespon setiap melihat ada kekerasan," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement