REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Polisi Australia pada Jumat (22/12) mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan pengemudi yang sengaja menabrak pejalan kaki di kota Melbourne pada Kamis (21/12) terkait dengan organisasi ekstremis.
Berbicara di sebuah konferensi media pada Jumat, kepala komisaris polisi Shane Patton mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi awal dengan pengemudi berusia 32 tahun tersebut, namun belum ada wawancara resmi.
Pria keturunan Afghanistan itu berbicara tentang "mimpi dan suara", juga menghubungkan beberapa aktivitasnya terkait penganiyaan Muslim. "Kami belum mengidentifikasi hubungan ekstremis dengan pria ini. Kami belum mengidentifikasi dia terkait dengan kelompok manapun," kata Patton.
"Kami juga belum mengidentifikasi siapa pun yang menghasutnya untuk melakukan tindakan apapun atau kegiatan ekstremis sebelumnya," katanya menambahkan.
Patton menambahkan ada 12 orang masih di rumah sakit dengan seorang pria berusia 80-an dalam kondisi kritis. Seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang sempat dalam kondisi kritis kini telah membaik. Serangan tersebut terjadi di Flinders Street, sebuah jalan utama yang membentang di sepanjang Sungai Yarra, di kawasan pusat bisnis kota terbesar kedua di Australia.
Pada Januari, empat orang terbunuh dan lebih dari 20 orang terluka ketika seorang pria dengan sengaja melaju ke pejalan kaki beberapa ratus meter dari lokasi serangan Kamis. Lebih lanjut, seorang pria kedua yang ditangkap di tempat kejadian pada Kamis telah dibebaskan dan diperkirakan akan dikenai tuduhan memiliki ganja dan senjata terlarang. Pelanggaran ini tidak terkait dengan insiden Flinders Street.
Semua jalan di kawasan pusat bisnis Melbourne kembali dibuka dan trem beroperasi seperti biasa. Melbourne telah memasang sekitar 140 palang beton di pusat kota untuk menghentikan serangan kendaraan oleh militan seperti yang dialami baru-baru ini di Eropa dan Amerika Serikat.
Australia telah berada pada tingkat ancaman nasional "tinggi" sejak 2015, dengan alasan kemungkinan serangan orang-orang Australia diradikalisasi di Irak dan Suriah.
Dua sandera tewas dalam pengepungan 17 jam terhadap seorang pelaku bersenjata yang meniru militan ISIS di sebuah kafe di Sydney pada bulan Desember 2014.