REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse Kriminal Polri Polri telah melakukan pengungkapan terhadap penyimpangan gula rafinasi yang dilakukan oleh tersangka BB selaku Direktur PT Crown Pratama pada 13 Oktober 2017 lalu. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Agung Setya menyatakan proses penyidikan terhadap perkara tersebut pada tanggal 20 Desember 2017 telah dinyakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti.
"Artinya terhadap perbuatan tersangka layak untuk segera disidangkan ke pengadilan," kata Agung Setya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/12).
Penyimpangan yang dilakukan oleh tersangk, lanjut Agung, yaitu mengemas gula rafinasi menjadi kemasan sachet untuk didistribusikan ke Hotel dan kafe di Jakarta maupun kota lainnya. Hasil identifikasi dikaletahui gula rafinasi tersebut telah diedarkan di 52 cafe dan hotel.
Agung menjelaskan, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 tahun 2015 pasal 9 diterangkan bahwa Gula Kristal Rafinasi hanya bisa di distribusikan kepada Industri. Selain itu pada SK Menteri Perdagangan No 527 tahun 2004 juga demikian.
"Menerangkan bahwa Gula Rafinasi dilarang digunakan untuk Konsumsi," kata Agung.
Dalam berkas perkara, tersangka dipersangkakan Pasal 139 juncto Pasal 84 dan Pasal 142 juncto Pasal 91 UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Pasal 62 juncto Pasal 8 (1) huruf a UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman 5 tahun penjara.
Polisi telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Crown Pratama (CP), BB, sebagai tersangka. Saat ini, BB juga telah dilakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan. Pengungkapan kasus yang merugikan kesehatan masyarakat ini bermula saat penyidik melakukan penggeledahan di Kantor PT CP pada 13 Oktober 2017. Dalam operasi itu, polisi menemukan aktivitas penyimpangan distribusi gula Rafinasi itu.