REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sepanjang 2017, Kantor Imigrasi Kelas II Bekasi mencatat telah melakukan deportasi terhadap 58 warga negara asing (WNA) di Kota Bekasi. Para WNA itu dideportasi karena menyalahi undang-undang keimigrasian di wilayah setempat.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Bekasi, Sutrisno menyebut, 38 orang di antaranya telah dilakukan deportasi ke negaranya masing-masing. "Untuk 20 orang lainnya dideportasi juga, namun tidak diperbolehkan kembali ke Indonesia lagi," ujarnya, dalam rilis, Jumat (22/12).
Pihaknya juga mencatat, ada sebanyak 151 WNA lain yang juga dikenakan hukuman, lantaran tinggal di Indonesia melebihi waktu yang tertera pada izin tinggal (overstay). Selain itu, 3 WNA lain juga tercatat dipulangkan setelah menjalani hukuman penjara karena vonis pidana umum.
Sutrisno menyebut, pihaknya bisa mendeportasi sesuai dengan Pasal 75 Ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian. "Deportasi dilakukan kepada WNA karena WNA itu melakukan pelanggaran hukum di Indonesia," ujarnya.
WNA yang overstay dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 78 UU Keimigrasian No 6 Tahun 2016. Selain itu, sesuai dengan Pasal 122 Ayat (a) Undang-undang yang sama, pihaknya menyebut perlakuan pasal ini ditujukan kepada WNA yang menyalahgunakanan dokumen ketenagakerjaan. "Misalnya, ternyata jabatannya dia di sini tak sesuai dengan yang tercantum pada izin tinggal, ini tak boleh," tuturnya.
Sementara itu, pihaknya mencatat, sepanjang 2017, Kantor Imigrasi Kelas II Bekasi telah menerbitkan paspor sebanyak 55.915 buku paspor. Jumlah ini mengalami penambahan sekitar 3.094 buku dari 2016 lalu. "Pada 2016, tercatat ada 52.821 buku paspor yang telah diterbitkan," katanya.
Sutrisno juga mengatakan penerbitan ini merupakan upaya permohonan paspor yang datang tak hanya dari Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Namun, permohonan juga datang dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan sekitarnya.
Di luar catatan itu, pihaknya juga melakukan penundaan penerbitan paspor terhadap 20 pemohon. Pemohon itu terdiri atas sembilan pemohon laki-laki dan 11 pemohon perempuan. "Hal itu disebabkan salah satunya karena persyaratan-persyaratan dari para pemohon masih belum lengkap," katanya.