REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan sweeping. Para pengusaha juga diimbau untuk tidak melakukan paksaan kepada pekerjanya bila mereka tidak ingin menggunakan atribut-atribut natal. "Imbauan kepada para pengusaha untuk tidak melakukan paksaan-paksaan. Bila ada yang keberatan (dipaksa), tentu bisa melaporkan. Karena itu tidak sesuai dengan akidahnya misalnya," ungkap Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
Bila yang merasa dipaksa itu melapor ke kepolisian, lanjut Martinus, tentu ada pasal yang bisa menjerat si pemaksa. Salah satu pasal yang dapat menjerat yaitu pasal perbuatan yang tidak menyenangkan. "Itu adalah perbuatan melawan hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal KUHP. Kita imbau supaya jangan melakukan paksaan-paksaan," terang Martinus.
Ia mengungkapkan, aksi sweeping terhadap hal itu juga tidak dibenarkan. Aksi tersebut bisa berimplikasi kepada perbuatan melawan hukum. Martinus menjelaskan, sweeping hanya boleh dilakukan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk melakukannya.
"Kewenangan itu diatur dalam undang-undang (UU). UU dibuat oleh DPR dan Presiden, sehingga diberilah kewenangan untuk melakukan razia sweeping itu kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri. Dan yang lain tidak boleh," tutur dia.
Martinus mengatakana, jika aksi sweeping dilakukan oleh pihak yang tak diberikan kewenangan, maka kepolisian akan melakukan tindakan tegas terhadap mereka. Hal itu dipedomani oleh seluruh jajaran Polri mulai dari Polda, Polres, hingga Polsek.
"Itu perintah Pak Kapolri. Sehingga semua jajaran Polri di Polda, Polres, dan Polsek memedomani ini dan akan melaksanakannya. Untuk menindak mereka yang melakukan sweeping," ujar Martinus.