REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson terlibat dalam perang kata-kata terbuka dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. Seperti dilansir The Independent, Jumat (22/12), Lavrov mengkritik sikap Johnson yang secara terang-terangan mengkritik rezim Vladimir Putin.
Lavrov menggambarkan hubungan antara Inggris dan Rusia berada pada titik yang rendah. Ia mengatakan seharusnya kritik disampaikan secara pribadi bukan melalui media.
"Anda lebih suka membicarakan permasalahan ini secara terbuka, padahal kami lebih suka membicarakan masalah bersama kami bukan di depan media, tapi secara langsung," ujar Lavrov kepada Johnson.
Lavrov berkeras tidak dapat mengingat tindakan Rusia yang bersikap agresif terhadap Inggris. "Kami mendengar beberapa pernyataan agresif dari London. Terlepas dari semua itu, kami tidak pernah melakukan tindakan agresif untuk melakukan tindakan timbal balik," tambahnya.
Ketegangan hubungan diplomatik ini terjadi saat Johnson mengkritik Rusia atas perang di Ukraina, serangan siber yang diduga terjadi di Barat, perang Suriah dan aneksasi Krimea. Kritik ini ia sampaikan sebelum tiba di Moskow.
Dia memperingatkan bahwa Inggris siap dan mampu untuk meluncurkan serangan siber pembalasan, jika peretas terus menargetkan stasiun pembangkit listrik dan jaringan komunikasi Barat, mengacaukan pemilihan dan menyebarkan berita palsu.
Johnson merupakan Menteri luar negeri Inggris pertama yang mengunjungi Rusia selama lima tahun. Ia menuduh Moskow mengambil sikap bermusuhan terhadap kepentingan Inggris sejak Perang Dingin.
Kunjungan tersebut juga terjadi satu hari setelah terungkapnya seorang mata-mata Rusia yang diduga telah bertemu dengan Theresa May di Downing Street pada Juli. "Bukan rahasia lagi bahwa saat ini hubungan kita berada pada titik yang rendah," kataLavrov di Kementerian Luar Negeri Guest House di Moskow.
Johnson mengamini pernyataan Lavrov. Ia mengatakan saat ini Rusia dan Inggris menghadapi hubungan yang sulit.
Johnson menjelaskan permusuhan Rusia terhadap Barat sama buruknya dengan Perang Dingin.