Sabtu 23 Dec 2017 07:35 WIB

Penurunan Harga Komoditas Bayangi Kinerja Ekspor Sumbar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andi Nur Aminah
Penyadapan getah, yang menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan (ilustrasi)
Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Penyadapan getah, yang menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kinerja perdagangan Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) kembali dibayangi penurunan harga komoditas. Meski sempat membaik tahun 2017 ini, harga komoditas unggulan Sumbar yakni karet dan sawit ada potensi untuk menurun tahun depan.

Meski begitu, risiko penurunan ekspor yang dialami tidak akan seekstrem daerah lain yang bergantung pada pertambangan dan migas. "Konsumsi (masyarakat) melambat, sementara ekspor tumbuh 22 persen. Ke depan harga komoditas akan menurun itu yang mendorong ke bawah. Namun kami optimistis akan lebih baik," jelas Kepala Perwakilan BI Sumbar Endy Dwi Tjahjono, Jumat (22/12).

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menilai bahwa dinamika naik turunnya komoditas dunia memang selalu menjadi tantangan dalam menjaga kinerja perdagangan. Meski begitu, Irwan yakin momentum perbaikan ekonomi yang dialami Sumbar sejak kuartal ketiga 2017 bisa terus berlanjut di tahun depan.

Risiko penurunan ekspor bisa ditambal dengan perbaikan konsumsi rumah tangga, serapan belanja yang baik, dan investasi yang meningkat. "Kunci keberhasilannya yang utama adalah koordinasi kebijakan antara pemda dan instansi lainnya," katanya.

Sumbar dinilai berhasil melampaui 2017 dengan perekonomian yang stabil. Kondisi ini ditopang oleh belanja masyarakat yang terjaga, pengeluaran pemerintah yang tak tersendat, dan perbaikan komoditas dagang seperti sawit dan karet. Bahkan pada kuartal ketiga 2017, ekonomi Sumbar mampu tumbuh 5,38 persen (year-on-year), dan menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Sumatra, setelah Sumatra Selatan.

Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumbar 2017 juga diproyeksikan bakal bertengger di rentang 5,1 hingga 5,5 persen (yoy). Gubernur Irwan Prayitno mengungkapkan, permasalahan ekonomi di Sumatra Barat dari tahun ke tahun sebetulnya tergolong seragam. Sebagai daerah yang tidak bergantung pada komoditas pertambangan dan migas, Sumatra Barat sudah 'terbiasa' dengan roda ekonomi yang didorong konsumsi rumah tangga. "Sumbar ini agraris, di mana pertumbuhan memang tak akan tinggi betul, namun ketika ada gejolak tidak ada anjlok betul," jelas Irwan.

Demi menjaga roda pertumbuhan ekonomi di tahun 2018, lanjut Irwan, pihaknya akan fokus pada perbaikan kinerja perdagangan, investasi, dan pengelolaan inflasi daerah. Dari sisi perdagangan, Pemprov Sumbar akan mulai membuka pasar baru bagi olahan kuliner rendang untuk diekspor. Hingga kini masih dilakukan penjajakan dengan sejumlah importir potensial di luar negeri.

Sementara dari sisi investasi, Sumbar memang 'jor-joran' menawarkan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan. Terakhir, inflasi dijaga dengan mengelola pasokan agar cukup menutup permintaan. "Soal inflasi ini, kami seriusi dengan koordinasi dengan Pemda. Suplai harus terjaga. Masalah perekonomian kita ini nggak ada yang baru, topiknya sama saja. Tinggal mau ditindaklanjuti enggak," ujar Irwan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement