REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) menyatakan kekuatan nuklirnya tidak akan mengancam negara-negarayang menghalau kepentingannya. Pernyataan ini merupakan respons Korut atas pernyataan Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson.
Dalam sebuah wawancara dengan pers Inggris baru-baru ini, Williamson mengatakan perkembangan nuklir Korut telahmenimbulkan ancaman besar-besaran terhadap negaranya. Terlebih setelah Pyongyang mengklaim berhasil menguji rudal balistik antarbenua pada akhi rNovember lalu.
Namun Korut, melalui juru bicara Asosiasi Korea-Eropa, menanggapi pernyataan Williamson dengan menyebut bahwa kekuatan nuklirnya tidak akan mengancaman negara-negara yang menghalangi kepentingan Pyongyang.
"Kekuatan nuklir kita tidak akan menimbulkan ancamanapapun terhadap negara dan wilayah manapun, asalkan kepentingan Korut tidak dilanggar," ujarnya pada Jumat (23/12), seperti dilaporkan kantor berita Korut KCNA.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dengan suara bulat telah memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara (Korut) pada Jumat (22/12). Sanksi kali ini akan membatasi akses Korut terhadap produk minyak bumi dan minyak mentah, serta membatasi pendapatannya dari pekerja di luar negeri.
"Sanksi ini mengirimkan pesanyang jelas kepada Pyongyang, pembangkangan lebih lanjut akan mengundang hukumandan isolasi lebih lanjut juga," kata Duta Besar Amerika Serikat (AS) untukPBB Nikki Haley, setelah pemungutan suara.
AS adalah negara yang paling vokalmenyuarakan penentangan terhadap proyek rudal nuklir Korut. Hal ini memang takbisa dilepaskan dari ambisi Korut sendiri yang ingin membangun sebuah rudaldengan kemampuan menjangkau daratan AS.
Pyongyang mengklaim rudal yangdibangunnya bertujuan untuk mempertahankan negara dari ancaman AS. Kendati telah disanksi bertubi-tubi oleh DK PBB, namun Korut masih enggan meninggalkan proyekrudal nuklirnya.