Sabtu 23 Dec 2017 15:21 WIB

Saudi Cs Sebut Laporan Satu Juta Penderita Kolera Berlebihan

Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.
Foto: Yahya Arhab/EPA
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pasukan gabungan pimpinan Arab Saudi yang bertempur di Yaman mengatakan pada Jumat (22/12), bahwa laporan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) yang menyatakan wabah kolera di negara tersebut menjangkiti satu juta penderita adalah suatu hal berlebihan.

"Hampir tidak mungkin dapat secara akurat menentukan apakah penderita terjangkit kolera atau hanyalah diare biasa," kata juru bicara pasukan gabungan tersebut dalam pernyataan.

Yaman, salah satu negara termiskin di kawasan Arab, terlibat dalam perang antara gerakan bersenjata Houthi dukungan Iran, dan pasukan militer gabungan pimpinan Arab Saudi dukungan Amerika Serikat. Wabah Kolera mulai menyebar dengan cepat pada April, menewaskan 2.227 orang, namun tingkat kematiannya sejak saat itu semakin menurun.

ICRC mengatakan pada Rabu, bahwa terdapat satu juta penderita yang diduga terjangkit wabah Kolera di Yaman. Gelombang wabah kolera baru diperkirakan terjadi pada Maret atau April.

Kemelut Yaman diperparah oleh blokade pasukan gabungan pimpinan Saudi terhadap pelabuhan-pelabuhan negara itu, mengakibatkan kurangnya pasokan bahan bakar dan lonjakan harga bahan pangan. Sistem kesehatan hampir hancur, dengan petugas kesehatan yang tidak dibayar selama setahun, meskipun WHO memberikan pembayaran insentif untuk menangani kolera.

Arab Saudi mengatakan pada Rabu (20/12), bahwa terdapat kemungkinan Pelabuhan Hodeidah yang dikendalikan Gerakan Houthi, salah satu gerbang penting untuk masuknya bantuan, tetap terbuka untuk sebulan ke depan.

Juru bicara pasukan gabungan pimpinan Arab Saudi itu juga mengatakan bahwa Gerakan Houthi mencurigai pemberian vaksinasi serta tidak membuka jalur untuk bantuan dan pekerja kemanusiaan masuk ke wilayahnya. Mereka bahkan menjarah pasokan makanan dan obat-obatan.

 

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement