REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Konflik antara manusia dan gajah yang terjadi sejak Juni 2017, mengakibatkan sejumlah kampung dan kebun di Kabupaten Tanggamus, Lampung, mengalami kerusakan. Terhitung sejak terjadi konflik dengan satwa tersebut kerusakan lahan warga seluas 100 hektare (ha).
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Agus Wahyudiyono mengatakan, konflik manusia dan gajah di Kecamatan Semaka terjadi sejak Juni 2017 dan mengakibatkan beberapa kampung di Kecamatan Semaka yakni Pardawaras, Srikaton, Karang Agung, Sidomulyo, sampai Tulung Asahan ikut terkena dampak akibat konflik ini.
"Rata-rata lahan yang rusak terhitung mencapai seratus hektare, baik dari kebun pisang, pepaya, kelapa, nangka, cempedak, dan padi. Tercatat sedikitnya 20 kejadian konflik dalam rentang waktu tiga bulan terakhir," ujar Agus, Sabtu (23/12).
Secara historis, Agus mengungkapkan, hampir selama 10 tahun terakhir, peristiwa keluarnya gajah dari wilayah habitatnya yaitu hutan lindung dan TNBBS merupakan peristiwa yang jarang terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus.
Menurutnya, berbagai faktor dapat menjadi penyebab antara lain waktu napak tilas, kelangkaan makanan akibat perubahan habitat, dan perubahan perilaku pakan menjadi kemungkinan penyebab populasi gajah keluar dari habitatnya, dan memakan tanaman di kebun masyarakat seperti pisang, pepaya, pinang, padi darat, dan semacamnya.
Untuk itu, ia mengatakan perlu dilakukan pendekatan dari berbagai dimensi dan dilakukan dengan sinergi oleh berbagai pemangku kepentingan. Pendekatan dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial harus disinergikan, sehingga upaya mitigasi konflik dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.
"Koordinasi antarsektor perlu segera dilaksanakan sehingga reaksi tanggap terhadap konflik dapat dilakukan dengan cepat," katanya.