REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia harus menjaga dan memperkokoh kerukunan dan kesetiakawanan sosial sebagai benteng untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tidak mudah terpecah-belah. Hal ini seiring dengan maraknya pola persaudaraan yang sempit dengan berbasis kepentingan kelompok, etnis, agama dan suku yang dapat memperuncing pembelahan di masyarakat.
“Harus disadari bahwa di dalam Islam persaudaraan itu tidak hanya dibatasi kekeluargaan sampai ke negara saja, tapi persaudaraan itu untuk seluruh umat manusia. Itu di Alquran ada di surat Al Baqarah ayat 213 yang artinya Manusia itu merupakan umat yang satu (bangsa),” ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, saat ditemui dalam sebuah acara diskusi Penelitian, Pandangan dan Sikap Muhammadiyah Terhadap Radikalisme dan Terorisme di Indonesia, di Jakarta, Kamis (7/12).
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, jika dijabarkan secara luas maka mestinya sebagai satu bangsa itu harus selalu rukun dan tidak konflik, meski dalam kenyataannya sejak zaman dahulu sering terjadi konflik. Dari konflik-konflik itu diutus para nabi dengan membawa kitab suci masing-masing.
“Ketika sudah ada nabi dengan membawa kitabnya pun belum menghilangkan konflik maka Nabi Muhammad diutus untuk menghilangkan konflik yang di antaranya berbasis agama, dengan Islam yang rahmatan lil alamin, yaitu islam yang dalam pengertian yang paling luas diwahyukan untuk mewujudkan hidup yang lebih baik,” ujarnya.
Menurut pria yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, hidup lebih baik itu memiliki tiga indikator yakni sejahtera, damai dan bahagia untuk semua orang. Karena hal ini sesuai dengan tiga fungsi Islam di dalam surat Ali imron ayat 103-104, yakni mempersatukan umat manusia, menyelamatkan umat manusia dan memperbaiki kehidupan umat manusia.
“Jadi umat Islam itu harus seperti itu. Jadi janganlah membentuk kelompok sendiri untuk kepentingan kelompok, etis atau agama yang ujung-ujungnya nanti malah dapat memecah belah masyarakat di negara ini,” ujarnya
Ia tidak memungkiri kalau saat ini ada kelompok kelompok tertentu di dalam islam yang berusaha menciptakan sebuah kelompok yang dapat merusak citra islam itu sendiri. Hal ini dikarenakan umat islam itu sendiri dilanda mentalitas kecemasan. Mereka merasa terancam karena secara ekonomi umat islam sekarang ini tertinggal dibandingkan dengan yang lain.
Untuk itu dirinya meminta kepada masyarakat sekarang ini untuk dapat menyadari bahwa sekarang ini zaman sudah berubah dimana sekarang ini diistilahkan jaman now, bukan lagi zaman old. Yang mana zaman now ini sudah berubah sama sekali. “Ketika zaman now hubungan antar agama itu sudah terbuka. Perubahan ini yang harus disadari oleh umat,” tuturnya.
Apalagi menurutnya negara Indonesia ini sejak merdeka sudah berdasarkan Pancasila. “Semua warga negara itu memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara untuk membuat majuanya negara. Dan itu memang dibutuhkan mentalitas baru, tidak cukup dengan mentalitas lama,” katanya.
Untuk mengubah mentalitas lama ke mentalitas baru di masyarakat, kata Hamim harus ditempuh melalui melalui jalur pendidikan. Karena pendidikan itu memiliki tujuan untuk mengantarkan peserta didik supaya bisa hidup sesuai dengan lingkungan di zamannya. Menurutnya pendidikan memiliki empat fungsi yaitu pendidikan sebagai proses membentuk pribadi, membentuk warga masyarakat, membentuk warga negara dan membentuk tenaga kerja.