REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cukup moncer selama 2017. Bahkan, IHSG mampu menembus rekor tertingginya di atas 6.000. Ada berbagai faktor yang memengaruhi kinerja IHSG sepanjang 2017.
"Faktor pertama, di awal tahun 2017, ada sentimen poisitif yaitu kenaikan rating investasi Indonesia oleh S & P (Standar and Poor's) menjadi investment grade," ujar Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (24/12). Dengan naiknya peringkat tersebut, kata dia, banyak investor membawa dananya masuk ke Indonesia yang mendongkrak IHSG.
Faktor berikutnya, menurut Hans yakni langkah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang tidak telalu hawkish (agresif), sehingga suku bunga AS naik sesuai perkiraan. "Kemudian penggantian Janet Yellen sebagai Gubernur The Fed sesuai ekspektasi pasar, lalu normalisasi Fed dimulai dari angka relatif kecil. Ini jadi faktor cukup positif bagi (IHSG) kita juga untuk bergerak menguat," kata Hans.
Terjaganya kondisi makro ekonomi pun turut memberikan sentimen positif ke IHSG. Inflasi dinilai relatif rendah dengan cadangan devisa (cadev) yang terjaga baik.
"Mental ekonomi dalam negeri relatif membaik. Meski pertumbuhan ekonomi masih lambat di kisaran 5,01 persen dan 5,06 persen, namun diperkirakan pada kuartal empat 2017 meningkat," kata Hans.
Faktor domestik lain yang menggenjot IHSG meliputi laba korporasi yang cukup bagus. Meski masih ada beberapa korporasi yang belum membaik, tetapi beberapa korporasi yang membaik cukup menjadi pendorong indeks saham. "Kita lihat untuk dari global sendiri, tumbuh membaiknya ekonomi Tiongkok juga bantu dorong pasar kita. Ekonomi regional kita cukup mendukung," ujar Hans.
Sementara itu, Analis PT Recapital Sekuritas Kiswoyo Adi Joe menjelaskan, kinerja positif IHSG pada tahun ini lebih didorong oleh faktor dalam negeri. "Banyak hal pendorongnya, kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi masih stabil tidak turun, inflasi rendah, tidak ada masalah makroekonomi, serta pembangunan infrastruktur yang terlihat masif," tuturnya.
Menurutnya faktor eksternal justru tidak memberikan sentimen positif bagi indeks saham. Hanya saja, fundamental ekonomi Indonesia yang semakin baik membuat Indonesia bisa merespons setiap peristiwa global yang terjadi.
"Untungnya dalam negeri bisa hadapi efek kenaikan The Fed dan lainnya," ujar Kiswoyo.
Bank Indonesia tahun ini juga menurunkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali. Jelang 2018, peringkat Indonesia pun kembali dinaikkan oleh Fitch dari BBB- menjadi BBB. "Itu membuat indeks saham semakin membaik," kata Kiswoyo.