REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menuturkan tiga lembaga penegak hukum, yakni Polri, Kejaksaan, dan KPK harus makin kompak dalam rangka pemberantasan korupsi di tahun depan. Dengan catatan, KPK tetap sebagai institusi yang memimpin agenda pemberantasan korupsi.
"Pemberantasan korupsi harus dimaksimalkan khususnya soal hubungan kelembagaan antara KPK dengan kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi. Harusnya KPK menjadi leader di pemberantasan korupsi," kata dia kepada Republika, Selasa (26/12).
Dalam pemberantasan korupsi di 2018, Hifdzil mengatakan, tiga lembaga tersebut tidak boleh saling menafikan satu sama lain dan mesti saling kerjasama serta lebih kompak. Sebab, menurut dia, pemberantasan korupsi pada 2017 ini tergolong kurang maksimal dibandingkan penegakan hukum yang lain seperti pemberantasan narkoba.
"Jadi harus lebih disatukan antara KPK, Polri dan Kejaksaan, sehingga ada tujuan bersama dalam pemberantasan korupsi," tuturnya.
Hifdzil mengakui tahun ini memang muncul rencana pembentukan Densus Tipikor yang juga berperan memberantas korupsi di bawah naungan Polri. Namun rencana tersebut dibatalkan karena dipandang belum perlu. Menurutnya, keputusan tersebut sudah tepat karena justru yang harus dikuatkan adalah KPK.
"Kita sepakat menyudahi pembentukan Densus Tipikor, karena, kalau pemberantasan narkoba kan ada BNN. Itu kita mendukung semua karena sudah ada lembaganya. Untuk terorisme sudah ada BNPT. Tapi kalau pemberantasan korupsi itu sudah ada KPK. Tidak perlu ada yang lain lagi, harusnya yang didukung itu KPK, sehingga tidak perlu lagi membentuk Densus," ujarnya.