REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lapas high risk security atau risiko tinggi tidak akan memanjakan narapidana. Tujuan utama dari dibuatnya lapas tersebut tak lain untuk mencegah peredaran narkoba dan penyebaran ideologi radikal oleh teroris di dalam lapas.
"Pidana itu ada yang high risk dan non-high risk, yang berisiko tinggi ini ada bandar narkoba aktif, teroris yang memiliki tingkat ideologi radikalismenya tinggi, atau juga kasus umum tetapi tidak kooperatif yang merepotkan, mengganggu," ungkap Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM Ma'mun kepada Republika.co.id, Selasa (26/12).
Selama ini, kata dia, mereka itu dijadikan satu di dalam lapas. Sehingga, timbul berbagai masalah atau gangguan keamanan di dalam lapas tersebut. Contohnya seperti peredaran dan pengendalian narkoba di dalam lapas, kemudian juga penyebaran ajaran radikalisme di dalam lapas.
"Lapas kita kan over kapasitas ya, kalau perlakuannya seperti terus tinggal tunggu waktu saja. Namanya juga orang yang berisiko tinggi dan tidak kooperatif, kan leluasa (bergerak di dalam lapas). Karena itu orang-orang seperti ini harus dipisahkan ke tempat khusus," ujarnya.
Ma'mun menjelaskan tidak semua bandar narkoba dapat dikategorikan berisiko tinggi. Bahkan, yang menerima hukuman mati juga belum tentu masuk kategori tersebut selama sikapnya kooperatif dan mau dibina.
"Kita konsentrasi di dua tempat, Lapas Batu untuk bandar narkoba aktif dan Lapas Pasir Putih untuk teroris yang berideologi tinggi," kata Ma'mun.
Ia menjelaskan, ada perbedaan antara lapas biasa dengan lapas risiko tinggi tersebut. Pertama, dari sisi petugas lapas. Untuk lapas risiko tinggi, para petugasnya diseleksi oleh Lembaga Psikologi Angkatan Udara.
"Itu cari orangnya terpilih, dia punya integritas dan sebagainya. Lalu juga SOP-nya berbeda. Ada SOP khusus untuk lapas risiko tinggi," katanya.
Selain penempatannya, yaitu satu orang satu sel, narapidana yang akan ditahan di lapas itu juga tidak dibiarkan berinteraksi dengan dunia luar, proses pembesukan tidak dapat bertemu langsung, dan akan dikirim rohaniwan atau psikolog untuk melakukan konseling. Mereka juga akan dipantau menggunakan CCTV melalui control room dan sinyal telepon akan dihilangkan.
"Selama dia tidak mengubah mindsetnya akan terus dikurung di sana. Kecuali dia mengubah mindset-nya, ya kita pertimbangkanlah," kata Ma'mun.
Dari segi pengamanannya, ia menuturkan, Ditjen PAS bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Untuk bandar narkoba aktif, pihaknya bekerja sama dengan kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Sedangkan untuk teroris, ia bekerja sama dengan kepolisian serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Ma'mun juga menolak anggapan lapas tersebut justru akan memanjakan para narapidana. Menurut dia, justru mereka tidak akan betah dikurung di dalam penjara yang terisolasi dari dunia luar. Semua yang dilakukan akan seorang diri.
"Tidak boleh berinteraksi, coba gimana dikurung saja di situ. Makan sendiri. Selama dia tidak berubah mindset-nya, ya sudah sampai bebas itu tidak dapat hak-hak remisi. Akan di sana terus. Itu kan orang-orang yang tidak mau baik. Bukannya ekslusif atau bagaimana, tidak (akan) betah dia," ujar Ma'mun.