REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2018 perlu mengupayakan berbagai kebijakan yang dapat meningkatkan ekspor komoditas perikanan nasional agar tidak terjadi lagi revisi target ekspor seperti pada 2017.
"Mestinya KKP tidak merevisi target sebab berimbas pada banyak hal. Lebih baik fokus menjelaskan penyebab tidak tercapainya target ekspor sembari melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap upaya pencapaian target pada tahun 2018 nanti," kata Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa.
Abdi mengingatkan bahwa nilai ekspor perikanan pada 2017 yang semula ditargetkan sebesar 7,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) kemudian direvisi menjadi 4,5 miliar dolar.
Abdi mengatakan, seharusnya KPP menyusun program pembangunan kelautan dan perikanan dengan mempertimbangkan adanya mitigasi yang mendukung situasi yang berkembang di tangah jalan.
Ia juga menegaskan agar KKP perlu menelusuri hal ini dengan membuat peta masalah dan solusi agar peluang peningkatan ekspor bisa segera dipenuhi oleh pelaku perikanan dalam negeri.
Terkait dengan ekspor, KKP juga harus memperjuangkan agar produk perikanan nasional yang diimpor oleh Uni Eropa mendapatkan pengurangan tarif bea masuk guna menggenjot ekspor komoditas perikanan RI.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo menyebutkan tarif bea masuk produk perikanan Indonesia di Uni Eropa masih cukup tinggi, yaitu sekitar enam sampai 24 persen, namun sejumlah negara lainnya ada yang tidak dikenakan tarif bea masuk.
"Indonesia sudah saatnya juga mendapatkan tarif yang sama nol persen, ini yang sedang kita perjuangkan," ujarnya.
Ia mengemukakan, baik pihak industri nasional maupun global saat ini turut mengakui bahwa pihaknya mendukung program pemerintah untuk menciptakan perikanan yang berkelanjutan, antara lain dengan menjual produk perikanan yang berkualitas dan dengan label aman.
Nilanto menjelaskan, ikan yang mereka jual bukanlah ikan yang berasal dari hasil penangkapan yang menggunakan cara-cara yang ilegal serta aman untuk dikonsumsi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta dibukanya penerbangan langsung di kawasan pulau-pulau terluar sebagai hubungan terdekat untuk gerbang ekspor ikan segar.
Susi mengatakan, ikan segar menjadi hasil produksi yang mahal untuk diekspor, namun tidak didukung dengan akses dan transportasi sehingga ikan segar tersebut terpaksa dijual dalam keadaan beku.
"Saya minta Pak Menko untuk meminta Menteri Perhubungan membuka jalur terluar dari utara dan selatan terutama Indonesia timur ke hub karena ada kenaikan ekspor ikan segar dari Maluku ke luar. Ini butuh penerbangan langsung," kata Menteri Susi di Kantor Staf Presiden Jakarta, Rabu (18/10).