REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong semua peneliti mengacu pada pendekatan triple helix dalam melakukan riset. Artinya, riset yang diangkat harus memiliki gagasan utama yang mensinergikan kekuatan antara akademisi, bisnis dan pemerintah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mufti menegaskan, riset yang dihasilkan harus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Arah riset kita dengan pendekatan triple helix agar bermanfaat untuk kesejahteraan dan kemanusiaan," kata Ghufron kepada Republika.co.id, Senin (26/12).
Oleh karena itu, dia mengimbau agar tidak ada lagi peneliti yang membuat riset hanya untuk kepentingan titel saja. Namun, semua peneliti harus mementingkan segi manfaat dari penelitian atau riset yang diangkat.
"Manfaat dan dampak bagi masyarakat dan perkembangan teknologi yang utama, itu harus jadi tujuan utama semua peneliti," ujar Ghufron.
Sebelumnya Guru Besar dari Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf tidak menampik, saat ini banyak sekali riset-riset yang hanya berakhir menjadi 'kenangan' saja. Bukan hanya tidak bermanfaat, tapi riset tersebut tidak pernah dibaca.
Menurut dia, pemerintah perlu segera mengevaluasi dan mengkaji problematika tersebut. Dengan tujuan, agar marwah penelitian bisa kembali dijunjung.
"Begitu jadinya kalau pengelolaan tidak baik, riset juga berakhir 'sejarah' saja, hanya dikenang. Tanpa meninggalkan manfaat yang ril," jelas Maswadi yang juga dikenal sebagai pengamat pemerintahan itu.