REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochamad Afifuddin mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pengawasan terhadap daerah dengan calon-calon kepala daerah yang berasal dari kalangan perwira tinggi TNI/Polisi. Pengawasan juga dilakukan dalam bentuk pencegahan.
"Posisi kami tentu untuk melakukan pengawasan terhadap aturan-aturan, misalnya apakah mereka harus mundur atau tidak, " ujar Afif kepada wartawan usai mengisi diskusi bertajuk 'Tutup Tahun 2017, Sambut Tahun Politik 2018," di D' Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (26/12).
Afif mengungkapkan, pihaknya sudah menyampaikan teguran kepada bakal calon kepala daerah dari kalangan militer/kepolisian yang banyak memajang foto di Dapil masing-masing. Sebab, lanjutnya, berdasarkan peraturan, para anggota militer/kepolisian harus mundur terlebih dulu jika ingin mencalonkan diri dalam Pilkada.
"Kalau memang sudah ditetapkan sebagai calon, harus mundur," katanya.
Selain itu, Bawaslu akan fokus pada pencegahan terjadinya pelanggaran yang disebabkan akuisisi massa oleh pihak-pihak yang diduga mencalonkan diri dalam Pilkada 2018. Afif mencontohkan jika ada kegiatan jalan sehat yang menghadirkan bakal calon kepala daerah.
"Kami sampaikan dalam bentuk surat menyurat bahwa ini akan berpotensi disalahgunakan untuk proses pencalonan, " tegasnya.
Untuk menegaskan pengawasan tersebut, Bawaslu sudah melakukan komunikasi dengan Mabes Polri dan Mabes TNI. Tujuannya, untuk memudahkan penindakan kepada aparat yang tidak netral dalam Pilkada nanti.
Terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengingatkan peraturan sebelum perwira tinggi militer/kepolisian mengikuti Pilkada. Menurut Arief, pada saat mereka mendaftar, kemudian ditetapkan sebagai calon kepala daerah, maka sudah harus ada surat pernyataan pengunduran diri.
"Selain itu, pada 30 hari sebelum pemungutan suara, SK pemberhentian (dari instansi militer atau kepolisian) harus sudah keluar, " tambah Arief.