REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga tahun masa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mendapat evaluasi dari Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah. Dari tiga tahun pemerintah Jokowi-JK berkuasa, PP Pemuda Muhammadiyah menilai upaya pemberantasan korupsi masih lemah
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar mengatakan pemberantasan korupsi masih jauh dari program nawacita yang diusung Jokowi. "Jokowi kehilangan komitmen pemberantasan korupsi. Komitmen Jokowi ada di posisi parah. Jokowi tidak membayar utang kampanye justru suskes mendorong era kegelapan pada korupsi," ujarnya saat acara 'Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi' di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (27/12).
Baca, Jokowi: Indonesia Paling Aktif Tegakkan Hukum Kasus Korupsi.
Menurut Dahnil, lemahnya pemberantasan korupsi dapat dilihat dari beberapa kasus. Di antaranya masih ada gesekan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepollisan.
"Nyali keberanian KPK hilang terkait kepolisian, ada masalah keberanian pada pemimpinan KPK yang memberi efek pada KPK. Semisal, kasus Novel Baswedan yang belum ditangani, sangat lama delapan bulan," ucap Pendiri Madrasah Anti Korupsi ini.
"Kedua kasus perusakan dua barang bukti perkara penyuapan oleh Basuki Hariman yang dilakukan dua bekas penyidik KPK dari kepolisian," ucapnya.
Baca, Jokowi: Kasus Novel Baswedan Harus Tuntas.
Dahnil menyebut, pemberantasan korupsi harus menjadi perhatian dari Presiden Jokowi. Saat ini, sambung Dahnil, pemberantasan korupsi masih kurang baik dibandingkan sektor lainnya. "Pelemahan pemberantasan korupsi sekarang sangat masif, rezim yang lalu justru mengubur pemberantasan korupsi. Kasus Novel ini salah satu ujian Pak Jokowi, belum ada penyelesaian," ungkapnya.
Baca, KPK: Jokowi Paling Sering Laporkan Gratifikasi.