Rabu 27 Dec 2017 15:20 WIB

Jelang 2018, KPU Diminta tak Terjebak Politik Primordial

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan) menyampaikan pandangan saat diskusi pilkada di Jakarta, Rabu (29/11).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan) menyampaikan pandangan saat diskusi pilkada di Jakarta, Rabu (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal 2018 KPU akan mulai menyeleksi jajaran KPU di Provinsi dan Kabupaten/Kota. KPU akan melakukan proses penggantian anggota pada periode Mei sampai Desember tahun 2018 di 326 daerah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakah KPU harus benar-benar serius menyiapkan ini. "Jangan sampai KPU terjebak pada politik primordial berbasis afeksi, yang akhirnya membuat gagal merekrut figur-figur terbaik untuk menjadi penyelenggara pemilu ke depan," kata Titi di Jakarta, Rabu (27/12).

Menurutnya, tantangan Pemilu 2019 begitu berat sehingga tidak boleh diserahkan pada penyelenggara pemilu yang tidak kompeten apalagi partisan. Kalau serius ingin memberikan yang terbaik bagi pemilu Indonesia, dia mengatakan, KPU harus menghasilkan penyelenggara pemilu yang terbaik pula.

"Dan itu dimulai dari rekrutmen anggota Tim Seleksi yang sudah semestinya diisi oleh orang-orang yang punya visi misi terkait kelembagaan KPU yang nasional, tetap, dan mandiri," lanjutnya.

Selain itu, KPU mutlak berpihak pada afirmasi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam pengisian keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. KPU bisa berkolaborasi dengan kelompok nonpartisan dalam mendorong lebih banyak perempuan berintegritas ikut seleksi dan hadir menjadi penyelenggara pemilu.

Kedua, menyangkut konsolidasi dalam melawan kampanye jahat dan penyimpangan politik SARA. Salah satu obat yang mestinya jadi penawar dalam melawan kampanye jahat dan hoax adalah dengan menciptakan masyarakat yang melek digital.

Dia mengatakan, karena itu, pendidikan bagi warga untuk menjadi pengguna digital yang bijaksana mesti menjadi agenda prioritas berkesinambungan dan juga terkonsolidasi antar semua pemangku kepentingan terkait pemilu. Titi menyebut, mereka itu meliputi KPU, Bawaslu, Kominfo, Kemendiknas, Kemendikti, Kemenpora, KPPPA, Kemendagri, pemerintah daerah, dan tentu masyarakat sipil.

"KPU mestinya bisa mengambil inisiatif untuk mengonsolidasikan seluruh aktor negara yang memiliki otoritas dan sumber daya untuk bekerja sama melawan penyimpangan politik SARA, kampanye hoax, berita dusta, maupun fitnah dalam Pilkada dan Pemilu," ujarnya.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement