REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerukunan dan rasa persaudaraan orang Jawa di Suriname diperkuat melalui pelaksanaan acara selamatan dan tradisi Jawa lainnya, seperti sunatan, mitoni (hamil tujuh bulan), upacara perkawinan Jawa, serta peringatan hari kesekian setelah meninggalnya seseorang.
Pemahaman makna dan pelaksanaan upacara adat dan tradisi tersebut diubah dan disesuaikan dengan pemahaman para penganut budaya itu sendiri sehingga tidak sama dengan yang biasa dilaksanakan di Jawa. Misalnya, kematian seseorang juga diperingati sesudah satu dan dua tahun atau sesudah lewat satu windu.
Keterikatan masyarakat Jawa di Suriname juga lebih diperkuat oleh tradisi daripada agama. Karena posisi (sosial dan ekonomi) orang Jawa dulu sangatlah rendah dibandingkan dengan golongan lainnya, ekspresi tradisi dan adat sebagai perangkat untuk menggalang solidaritas sosial menjadi sangat penting bagi orang Jawa.
Meskipun hidup kekurangan, orang-orang Jawa ternyata mampu mempertahankan dan meneruskan tradisi mereka lewat transmisi secara oral dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi yang masih dianut adalah upacara bersih desa yang diadakan setelah lebaran atau Idul Fitri di desa-desa di Suriname.
Selain itu, ada pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan ini dihadiri oleh puluhan orang yang kebanyakan sudah berusia lanjut. Di sisi lain, masyarakat Muslim Suriname pada umumnya memeluk agama sekadar mewarisi agama nenek moyangnya. Hal itu terjadi karena mereka memang datang ke Suriname tak mendapatkan pendidikan agama yang kuat.
Pada masyarakat Muslim Jawa, umpamanya, kebanyakan mereka berasal dari tradisi agama Islam Jawa Abangan yang hanya mengenal Islam sekadar nama dan lebih kental dengan unsur tradisi dan budaya Jawa. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, kefahaman Islam semakin membaik dan kesadaran untuk beragama Islam secara menyeluruh semakin meningkat pada masyarakat Islam Suriname.
Kini, Islam tidak lagi dijadikan sebagai agama warisan nenek moyang, tapi dipeluk dengan penuh kesadaran. Lambat laun Islam tidak saja dijadikan sebagai agama tradisi nenek moyang, tapi menjadi sebuah cara hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Fenomena seperti itu dapat dengan mudah kita temui di mana-mana, di kota dan di kampung, juga di pasar dan di jalan-jalan di Suriname. Berpakaian Muslim atau Muslimah menjadi pemandangan yang biasa di tengah tren pakaian ala Barat. Ada pula kebiasaan mengucap salam antara Muslim Jawa dan Muslim asal dari negeri Hindustan, serta dengan mereka yang berasal dari Afrika.