REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) membentuk koalisi untuk menghadapi Pilkada serentak 2018 di lima provinsi. Seperti di Jawa Barat dan Jateng.
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, kekuatan koalisi tiga partai tersebut tidak bisa dianggal sepele. Tiga kekuatan mesin partai tersebut selama ini terlihat cukup solid. "Mereka (koalisi tiga partai) punya kekuatan yang sebetulnya tidak bisa dianggap sepele. Dari tiga kekuatan mesin partai yang selama ini cukup solid terbukti dari efektifitas mesin partai mereka di Pilkada DKI bagus," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (27/12).
Pangi juga menyatakan bersatunya tiga partai ini sebagai bentuk keinginan mereka untuk mengulang kemenangan mereka seperti yang terjadi di DKI Jakarta kemarin. Namun apakah efektivitas tersebut juga terjadi di daerah masih diperlukan pembuktian.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research ini berpendapat bahwa mesin partai saja tidak cukup untuk mendapatkan suara. Bertumpu pada kekuatan sosok figus juga tidak cukup. Kedua hal ini harus saling melengkapi. Apalagi dalam dunia politik ada istilah split-ticket voting yang artinya partai biasanya bergantung pada sosok figur sehingga melupakan kader sendiri. Ini biasanya sering terjadi dalam kontestasi elektoral dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Jadi mereka lebih menonjolkan kandidat figur dibandingkan partai sendiri. Paling tidak hal itu tentu akan menyebabkan identifikasi partai politik merek akan melemah. Posisi partai juga akan melemah dan tidak terlalu dominan," katanya.
Pengaruh media massa dan pola kampanye yang akan dibangun juga akan berpengaruh dalam posisi Parpol tiga partai ini. Disisi lain dengan terbentuknya koalisi yang memaksakan membentuk arus baru ini akan menyebabkan blunder atau bunuh diri politik. Arus baru yang dimaksud adalah pembentukan poros baru diluar partai koalisi pengusung pemerintah. Partai koalisi yang dimaksud Pangi yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP, dan partai lainnya.
"Artinya mereka akan memaksakan kehendak untuk mengusung calon sosok alternatif yang dianggap mereka menjadi calon potensial dan bisa menjadi kuda hitam. Pertanyaannya adalah apakah nama-nama yang mereka usung ini cukup menjual di publik. Ini perlu diuji dan membutuhkan kerja keras yang berat bagi 3 partai ini," ujar Pangi.
Pangi juga mengungkapan jika ingin memenangkan suara masyarakat paling tidak calon yang diusung oleh koalisi ini harus memenuhi beberapa aspek. Aspek yang dimaksud yaitu angka elektabilitas harus diatas 50+1, nilai popularitas diatas 70 persen, dan efektabilitas 60 persen keatas. "Ini bukan angka yang gampang untuk dicapai," ucapnya.