REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dr Muhammad Ali Hasyimi memandang bahwa teguran adalah salah satu bentuk sifat mulia Islam yang selalu menganjurkan apa yang baik dan mencegah yang buruk (/amar ma'ruf nahi munkar/).
''Tapi hal itu hendaknya dilakukan dengan sangat hati-hati, penuh pertimbangan dan kebijaksanaan,'' paparnya dalam buku /Hidup Saleh dengan Nilai Spiritual Islam/.
Amalan itu juga bertujuan memenuhi definisi ketulusan yang dinyatakan Nabi SAW, ''Agama adalah ketulusan (/nashihah/).'' Kami bertanya, ''Kepada siapa?'' Beliau bersabda, ''Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin Muslim, dan masyarakat umum.'' (HR Muslim)
Dengan menegur seseorang yang berbuat khilaf, sambung Dr Muhammad, seorang Muslim telah menunjukkan ketulusan dan perhatian tak hanya untuk diri sendiri, melainkan bagi orang lain. Dia selalu berusaha menyebarkan pesan kebaikan di antara manusia, yang akan membawa mereka menuju surga sekaligus menjaganya dari api neraka.
Adalah tugas seorang Muslim untuk memberikan teguran ataupun nasehat, jika sekiranya melihat seseorang berbuat kesalahan. Hal itu tidak bisa dibiarkan, sebab apabila dibiarkan, dikhawatirkan orang tersebut akan melakukan kesalahan yang sama di lain waktu dan tempat.
Menegur merupakan salah satu pendidikan serta tuntunan yang diajarkan Rasulullah kepada umat Muslim. Tujuan utamanya yakni sebagai koreksi atas segala kekeliruan tadi, serta mengingatkan bahwa masih ada upaya lain yang lebih bermanfaat untuk dikerjakan.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah kerap menegur sahabat, warga Muslim bahkan anak-anak ketika berlaku khilaf dan salah. Teguran itu disampaikan dengan berbagai cara serta memerhatikan situasi dan kondisi orang yang beliau tegur.
Ada kalanya, seperti ditulis dalam buku /Rasulullah Manusia Tanpa Cela/, beliau menegur melalui isyarat atau hanya memalingkan wajahnya. ''Bila keadaan memaksa, beliau memutuskan hubungan untuk sementara waktu atau menampakkan amarah di wajahnya,'' urai buku tersebut.