REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegagahan pasukan pemanah sering menjadi buah bibir. Mereka kerap pula dianggap sebagai penentu kemenangan dalam pertempuran. Tak heran jika pasukan-pasukan besar melengkapi dirinya dengan regu pemanah andal untuk menyudahi perlawanan musuh.
Di dunia Islam, para pemanah juga melengkapi kisah-kisah pertempuran. Bahkan, ada pula manuskrip-manuskrip yang menguraikan teknik memanah dan gambaran tentang perlengkapan perang tersebut. Juga, penggunaannya dalam olahraga dan kegiatan lainnya, seperti berburu.
Ada sebuah buku yang bisa menjadi rujukan dalam menguraikan hal itu. Buku tersebut ditulis sekitar 1368 Masehi oleh Taybugha Al-Ashrafi Al-Baklamishi Al-Yunani. Pada masa kini, terjemahan buku tersebut dikenal dengan Saracen Archerybut.
Judul asli buku tersebut dalam bahasa Arab adalah Kitab Ghunyat at-Tullab fi Ma'rifat Rami an-Nushshab. Sedangkan, terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah The Complete Manual of Archery for Cadets. Salinan buku ini dalam bahasa Arab tersimpan di British Library.
Tak diketahui secara lebih mendalam informasi tentang Taybugha. Namun, hal yang pasti, ia menulis buku tersebut pada abad ke-14. Ia adalah seorang Mamluk. Biasanya, mereka adalah para budak yang dibeli, kemudian dilatih untuk menjadi prajurit.
Saat latihan menjadi prajurit usai, mereka biasanya dibebaskan dan kemudian menjadi bagian dari pasukan Mamluk. Pelatihan itu terorganisasi dengan baik. Tak heran jika di medan pertempuran pasukan Mamluk merupakan pasukan yang tangguh dan disegani lawan.
Ketangguhan mereka terbukti. Selama periode invasi yang dilakukan pasukan Mongol ke Suriah, antara 1240 hingga 1300 Masehi, pasukan Mamluk mampu menghalau pasukan Mongol. Langkah mereka memaksa pasukan Mongol harus mengubah taktik bertempur.
Disarikan dari Pusat Data Republika